Sunday, December 15, 2013

Agus Salim (Diplomat Jenaka Penopang Republik)

Oleh: TEMPO
Penerbit Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)
Jakarta, 2013
178 halaman
ISBN 978-979-91-0636-0

Buku ini merupakan penelusuran Tim Tempo, terhadap perjalanan hidup tokoh Haji Agus Salim yang mempunyai nama asli Masjhudul Haq (Pembela Kebenaran) tahun 1884-1954. Sejak kelas 4 SD, saya sendiri sudah mengidolakan Haji Agus Salim sebagai tokoh nasional, setelah saya membaca kisah perjuangan beliau yang dimuat dalam sebuah majalah Intisari usang yang dimiliki keluarga saya.
Haji Agus Salim yang dilahirkan di keluarga ambtenaar di Koto Gadang (Sumatra Barat), sejak usia sekolah dikenal sebagai anak yang cerdas dalam ilmu pasti, ilmu social dan bahasa. Beliau semula bercita-cita jadi dokter, namun nasib membawanya ke dunia pergerakan nasional setelah beliau gagal memperoleh bea siswa dari Pemerintah Hindia Belanda. Saat itu RA Kartini yang memperoleh bea siswa, sudah menyampaikan ke Pemerintah Hindia Belanda bahwa belia merelakan bea siswanya diberikan kepada Haji Agus Salim, namun tidak ada tanggapan Pemerintah saat itu.

Salah satu kelebihan beliau adalah kecerdasannya dalam bersilat lidah. Beliau semula mantan anak didik Snock Hourgronje  (orang Belanda orientalis) yang membuat beliau hampir jadi agnostic. Tapi kesempatan tugas Ke Jedah, membuat beliau menekuni islam kepada berbagai ulama besar disana dan beliau kembali ke jalan  agama. Beliau orang yang rasional dan logis, sehingga beliaupun mempelajari agama dengan cara-cara yang rasional (tidak taqlid buta). Dalam pembelajaran di Jedah tersebut beliau juga berkenalan dengan dua tokoh organisasi Islam terbesar di Indonesia yakni Hasyim Asy’ari (NU) dan Ahmad Dahlan (Muhammadiyah).

Haji Agus Salim merupakan POLIGLOT atau orang yang mempunyai kemampuan menguasai beberapa bahasa. Beliau mampu menguasai 9 bahasa asing seperti Belanda, Inggris, Jerman, Prancis, Arab, Jepang, Turki dll. Dengan kecerdasan dan kemampuan berbahasanya, beliau merupakan tokoih yang multi talenta. Beliau dikenal sebagai tokoh Pergerakan Sarekat Islam (bersama HOS Tjokroaminoto), penasehat Jong Islamiten Bond, tokoh pendidikan yang mendirikan HIS swasta di Sumatera Barat, wartawan surat kabar, penyiar radio, ulama Islam dan tentu saja sebagai DIPLOMAT yang terlibat dalam berbagai perundingan seperti Linggarjati, Renville dll.  Sebagai orang yang sangat sayang terhadap keluarga, Haji Agus Salim dan istri yang sangat dicintainya  telah menerapkan home schooling untuk putra-putrinya yang berjumlah 7 orang, karena beliau tidak ingin putra-putrinya dicemari pendidikan Belanda yang bersifat kolonialis,

Salah satu pesan moral dari buku ini adalah petuah beliau bahwa “Leiden is Lijden” atau  “Memimpin adalah menderita”. Beliau yang cerdas dan berpengaruh, sebenarnya akan sangat mudah untuk memperkaya diri bila beliau mau bekerja untuk Belanda ataupun mau memanfaatkan jabatan di jaman pergerakan. Namun beliau malah memilih jalan sebagai tokoh Pergerakan Nasional demi kemerdekaan bangsa. Seorang tokoh politik Belanda yang jadi juru runding di Perjanjian Linggar Jati menyebutkan bahwa “Haji Agus Salim merupakan tokoh yang cerdas, berintegritas, dan teguh pendirian. Salah satu kelemahannya adalah seumur hidup dia miskin dan melarat”.

Semoga kesederhanaan hidup, integritas perjuangan dan dedikasi Haji Agus Salim memperoleh limpahan pahala di haribaan-Nya…aamiin…….



No comments: