Friday, June 29, 2007

Menu makan di kala prihatin


Ketika kecil aku tinggal di daerah pegunungan di kaki gunung Merbabu. Saat itu (tahun 1970 an) daging, telor bahkan indomie masih menjadi makanan mewah bagi masyarakat. Di sisi lain ikan sudah mulai susah di dapat. Makanya ketika bulan puasa, ikan asin pindang yang sebesar ibu jari sudah merupakan makanan mewah bagiku. Aku sendiri sangat suka ikan asin. Kalo bapakku pulang kenduri, selain daging ayam, ikan asin murahan (istilahnya gereh pethek atau keper) yang digoreng pake tepung merupakan makanan yang paling kucari.

Bahkan demi ikan asin, aku rela untuk kumpulin tali sandal jepit, ember/baskom plastik atau barang bekas lainnya untuk ditukar ke pemulung dengan segenggam ikan asin. Ikan asin yang kuperoleh kadang kugoreng, terkadang kalau ibuku tidak punya minyak goreng, ikan asin tersebut kubakar didalam bara lalu kugunakan untuk lauk makan.... Walaupun mungkin tidak hygienis, alhamdulillah aku tidak pernah sakit perut gara-gara makan ikan asin....

Saat ini karena ekonomi masyarakat mungkin sudah membaik, barter sandal jepit dengan ikan asin ini sudah mulai jarang kutemukan. Barter dengan pemulung yang nampaknya ada adalah barang rongsokan ditukar dengan mainan anak-anak. Tapi soal kesukaanku pada ikan asin ini terus berlangsung sampai sekarang. Walaupun di Kalimantan Timur aku menikmati berbagai jenis ikan sungai yang lezat, namun kerinduanku sama gereh atau keper ini tidak pernah pudar. Sayangnya, istriku tercinta yang kuminta untuk mencari gereh di pasar tradisional Samarinda tidak pernah ketemu jua walau dia sudah mengobok-obok seisi pasar (sampai badannya bau ikan asin..:-)). Mungkin karena di Samarinda ikan yang bagus mudah didapat sehingga ikan murahan seperti gereh tidak laku sehingga tidak ada yang jual....

No comments: