Wednesday, June 27, 2007

SDN SAWANGAN III; sekolah gedek bambu kebanggaanku

Sewaktu usiaku kurang dari 5 tahun, aku mulai dimasukkan ke Sekolah Dasar. Saat itu di daerahku belum ada Taman Kanak-kanak (TK) apalagi playgroup. Aku disekolahkan karena SD itu numpang di pendopo rumah pakdeku yang mantan Kepala Desa (Lurah) dan letaknya di depan rumahku. SD itu yakni SD Negeri Sawangan III masih relatif baru dibentuk, jadi belum punya bangunan sendiri. Ruang pendopo rumah pakdeku disekat pake papan menjadi tiga buah kelas. Kelas 1,2,3 masuk pagi dan kelas 4,5,6, kayaknya masuk siang. Aku ingat ketika saat istirahat sekolah, aku berlari pulang untuk makan atau minum karena sekolahnya hanya berjarak 20 meter dari rumah dan saat itu jarang jajan karena memang tidak ada tukang jualan jajanan di situ. Terkadang sekolah menjadi hiruk pikuk ketika ada orang peminta-minta atau orang yang agak gila datang untuk minta makan di rumah pakdeku. Saat itu kemiskinan masih merajalela sehingga rumah pakdeku yang mantan pejabat desa sering jadi tujuan mereka untuk minta makan.

Tatkala kelas 2, sekolahku dipindah ke bangunan sekolah yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat dengan dukungan pemerintah. Sekolahku masih di kampungku hanya saja jaraknya sekitar 100 meter dari rumah. Di lingkungan sekolah ini sudah mulai ada tukang jualan jajan seperti permen, bubur nasi ala ndeso, kue tradisional dll.

Bangunan sekolahku berupa bangunan sederhana dengan lantai tanah dan dinding gedek bambu yang dianyam. Sekolah itu ada 6 kelas dengan satu ruang guru yang agak sempit. Jangan tanya soal WC, karena tidak tersedia, sehingga murid laki dan perempuan biasa pipis (buang air kecil) di kebun kelapa di belakang sekolah yang memang masih luas. Tidak jarang anak-anak laki-laki suka ngintip anak perempuan yang sedang pipis..he...he..

Fasilitas sekolah yang tersedia adalah halaman sekolah sekitar 10 x 50 meter yang digunakan untuk upacara hari senin oleh para murid. Dulu upacara dilakukan setiap hari senin pagi dipimpin oleh Kepala Sekolah atau Guru yang ditunjuk. Sejak kelas 4, aku sudah sering ditunjuk jadi komandan upacara. Upacara diikuti seluruh murid dan pada umumnya berlangsung khidmad, walaupun tanpa pengeras suara dan hanya sekedar tiang bambu yang menjadi tiang bendera. Guru-guruku begitu pandai untuk menanamkan rasa cinta dan hormat kepada tanah air, walau belakangan ini baru kutahu bahwa gaji guru saat itu sebenarnya masih sangat minim... Hal inilah yang membuatku menjadi semakin hormat pada guru-guruku.....

Halaman sekolah itu juga yang dipakai sebagai lapangan olah raga. Setiap Selasa dan Kamis diadakan SPI alias Senam Pagi Indonesia. Karena saat itu sekolahku yang miskin dan guru-guruku belum punya tape recorder, maka senam pagi dilakukan oleh guru dengan cara memberi aba-aba hitungan satu...dua...tiga....empat secara berirama dibantu dengan menggunakan ketukan dari sebuah kayu penghapus papan tulis yang dipukulkan secara berirama pada pintu sekolah yang terbuat dari papan jati. Saat itu saya juga sering diserahi untuk memberikan aba-aba ini pada siswa yang lain.

Di halaman itu pula anak-anak juga bermain kasti atau sepakbola atau kejar-kejaran. Terdapat pula ada bak pasir sederhana untuk olahraga lompat jauh atau loncat tinggi, yang biasanya disiapkan ketika anak kelas 6 mau ujian sekolah.

Fasilitas dalam kelas hanya papan tulis hitam (blackboard) dimana guru menulis di papan tulis pake kapur tulis. Terkadang ketika tulisan itu dihapus, debunya berhamburan dan wajah pak guru atau bu guru jadi belepotan kapur. Fasilitas yang agak lumayan adalah bangku dan meja murid yang bagus karena terbuat dari kayu jati yang memang sudah tua dan berkualitas tinggi. Bangku yang memakai sandaran dan meja biasanya dirangkai menjadi satu dan terbuat dari kayu jati yang tebal sehingga berat untuk digeser-geser oleh murid-murid yang masih anak-anak. Satu meja biasanya untuk tempat duduk 2 orang siswa, kecuali kalo siswanya banyak satu meja bisa dipakai untuk 3 orang. Permukaan meja siswa dibuat miring menghadap siswa sehingga siswa ketika nulis tidak perlu menunduk terus dan siswa bisa duduk dengan posisi tegap... (saat ini baru kupikir bahwa konsep meja itu sebenarnya sangat sesuai dengan sisi kesehatan karena menghindarkan anak duduk dalam posisi yang salah yang bisa mengakibatkan sakit punggung).. Sayang sekali karena meja itu bahannya berkualitas tinggi, ketika beberapa tahun setelah aku lulus SD, bangku-bangku dan meja itu tidak ketahuan kemana rimbanya... Yang pasti, kalau dijual sebagai perabot bekas pasti harganya lumayan karena kualitas kayunya bagus sekali....

Sekolahku saat itu tidak mempunyai jendela, tapi terdapat ventilasi dari bilah bambu yang letaknya memanjang diseputar dinding sekolah. Ventilasi ini tingginya sekitar 1 meter, dengan demikian udara mengalir segar dan cahaya bisa masuk ke ruang kelas. Sekolahku juga tidak punya langit-langit sehingga air hujan sering tempias ke dalam kelas. Karena letaknya di tengah kebun kelapa, tidak ada WC, dan ruangan banyak terbuka maka nyamuk sering menyerang. Apalagi saat itu kami bersekolah hanya ”nyeker” telanjang kaki tidak pakai sepatu. Biasanya kaki kami bentol-bentol digigit nyamuk atau kakinya jadi ”mbesisik” bersisik karena kulit kering dan banyak digaruk-garuk. Untuk mengatasi kulit mbesisik tadi, di kampung belum ada hand body lotion dan sejenisnya, sehingga kami biasa pakai embun pagi yang nempel di dedaunan atau terkadang pakai minyak kelapa yang dioleskan sedikit ke betis kaki. Seringkali anak kampung tidak peduli minyak kelapa ini masih bersih atau minyak kelapa bekas goreng ikan asin...yang penting kaki jadi kelihatan mulus....Cilakanya, kalau ngolesin minyaknya terlalu banyak, kaki menjadi mengkilat kayak ikan goreng yang baru diangkat dari wajan he...he....

Yah begitulah SDku tempatku menuntut ilmu.... sangat sederhana, tapi disitulah banyak kenangan yang bagiku sangat berharga dan membuatku bangga karena di balik bangunan yang sederhana, terdapat para guru yang penuh dedikasi menjalankan amanah sebagai pahlawan tanpa tanda jasa...

6 comments:

Anonymous said...

Mas Edy saat itu saya juga sekolah di SDN tapi Sawangan II, di Margowangsan, ibu gurunya salah satunya Ibu Rahayu, suaminya Pak Sutadi, dulu jago badminton, saya sendiri Tinggal di Dukuh Mudal yg ada sendangnya, kakak saya Bambang Phs di Sawangan I gurunya Bu Budiyah, Pak Sumadi dll, adik saya Endang Sri Hartati juga Sawangan I, sekarang di RSU Muntilan, kakak Saya Mbak Tutik di Sawangan II sekarang sudah almarhum, kalau sawangan III gurunya Pak Samidi Margowangsan. Tapi kami berempat sekolah SMP nya di Mblabak jadi naik sepeda. kalau Gondangan kami punya sahabat sahabat a.l. Mas Bambang Santoso, Mas Agus, Mbak Tari, Triwarsono dan adik adiknya, Mbak Srimulati. waktu itu kalau hari sabtu disekolah dibagi Susu, dikasih Sabak dan Grip untuk menulis.Salam untuk keluarga besar Gondangan,Nama saya Nano

Edy Marbyanto said...

Mas Nano, maaf saya baru baca comment njenengan. Kalo melihat nama2 warga Gondangan yang njenengan sebutkan itu, berarti njenengan itu seior saya he..he...Hampir semua nama yang njenengan sebutkan itu masih nak ndulur (sepupu saya) seperti Dik Bambang, dik Agus (almarhum), Mbak Tari, Mas Triwarsono (almarhum), Mbak Sri Mulati dll. Kalau kakak dan mbakyu saya kandung adalah Mas raharjo (Har), Mbak Sri Hartati (tatik), Mas Sutikno (Tik). Njenengan sekarang ngasto dimana?

agusprasodjo.blogspot.com said...

Hallo mas Eddy,
Aku menemukan blog ini secara tidak sengaja, hari Sabtu (14/8/10) pagi masuk kantor 1/2 hari buka2 google saya tulis samidi margowangsan lho kok ada MMC, kok Gondangan, kok Pak Samidi. Tetapi saya lihat fotonya tetap tidak ingat siapa Mas Edy, tahunya teman Gondangan ada Atni, Pendi, Tari, mbak Lis. Saya 4 bersaudara dari Pak Samidi Gangsan. SD Swg 1, SMP&SMA Blabak,kebetulan keempat anaknya Pak Samidi lulus kuliah semua, alhamdulillah. Saya kerja melanglang buana ya Sulsel, Kalteng, Papua, sekarang di Jakarta
Apa Mas Edy ini kakaknya Pak Tik?, apa putranya mbah Mangun?
Saya sebenarnya punya blog tetapi begitu jadi tidak ada waktu untuk mengelola dan yg jelas "gaptek" ora ngerti caranya mengimprove tampilan, membuat folder.... dll coba ketik di google "lembah subur sarwo tinandur" atau http://www.lembahmerbabu.blogspot.com, ya cuman itu thok tulisannya wong gak tahu cara nerusin . Di sana saya cerita rangkuman gugon tuhon dari para pinisepuh terus saya gandengkan dengan anthropolgy dan Babad Giyanti dll, jadilah cerita, itu hanya hypothesis. Saya sedang bikin pohon keturunan "trah posong" sudah draft keempat setelah cross chek kesana kemari, mulai dari mbah Slamet Dampit (alm), mbah Harto Ngaglik nduwur, mBah Tris Posong, bapak saya sendiri, dll. Maunya akan saya lekatkan foto2 keturunan trah dan distribusikan kepada keturunan2 yg saya kenal, tetapi belum ada waktu "nglegakake sowan" sedulur trah untuk cross check ulang.
Saya juga bikin buku catatan "legenda kyai margowongso & kebokuning" terkait kejadian2 masa lampau (masa kecil), tetapi gak jadi2, tdk ada reviewer-nya.
Sekian dulu mas Edy, nanti lain kesempatan disambung.

Agus Prasodjo
Jakarta

Edy Marbyanto said...

Mas Agus, saya asli nggondangan putranya Bapak Sastrodiharjo (alm) atau pak Ngabdul. Saya adiknya Mas Tik, jadi masih sepupu dengan Mbak Lis dan Mbak Tari. Secara alur darah saya om-nya Nak Atni dan Pendi karena saya masih sepupu dengan ayahnya.

Mas Agus ngasto dimana? apakah pernah ngasto di Dephut? Persaaan saya saya pernah ketemu putranya Pak Samidi yang kerja di Dephut. Saat itu saya dengan Nak Bambang Pamuji yang sekarang kerja di Dept Pertanian.

Wassalam

Unknown said...

mas Edy dan dan teman2 senior ternyata malah banyak yang lebih tau sejarah ( cerita jaman dulu ) tentang sawangan dan sekitarnya..
kalo ada cerita2 dari mas Edy dan angkatanya ataupun senior2nya mohon bisa sharing via facebook Kec. Sawangan.
saya juga tertarik tentang cerita kebokuning dari mbah2 saya dulu..
kalo ada yang tau tentang daerah lain mohon dibagikan kepada kami yunior di sawangan..
matur nuwun...
admin Fb Sawangan Kab. Magelang

Edy Marbyanto said...

sawangan ada facebooknya ya? saya akan coba cari dan add ya