Thursday, June 28, 2007

TOMPRANG (2); Balap merpati jarak jauh

Dikala aku kecil (tahun 1970-awal 1980an) adu merpati ini biasanya dilakukan di sore hari musim kemarau oleh antar kampung yang relatif berdekatan (paling berjarak sekitar kurang 1 kilometer). Konsep lomba ini adalah dua ekor merpati diadu terbang untuk jarak sekitar 5 kilometer (tergantung kesepakatan), dan merpati yang sampai duluan di kandang/hinggap di rumahnya, itulah yang menjadi pemenang.

Tahap Persiapan:
(1) Pemilik merpati biasanya akan melatih merpati jantan hingga dia hafal route dan merpati itu ketika dilatih menunjukkan bibit kehebatan missalnya dilihat dari kecepatan terbang dan keberanian untuk menukik dari ketinggian tertentu. Merpati aduan ini ketika musim kawin atau berahi pada si betina biasanya akan mengejar si betina terus dan ketika berada ketinggian tertentu dia berani menukik ke tanah tempat si betina berada. Oleh karenanya merpati yang diadu pada umumnya merpati jantan yang sedang berahi/musim kawin atau istilah Jawanya sedang “giring” atau “ngeket” (nempel seperti ular keket).


(2) Ketika si merpati aduan sudah siap dilombakan, si pemilik merpati akan ajak tetangga atau kawan-kawan untuk jadi “botoh” atau penyumbang untuk taruhan. Kalau nanti menang, botoh tadi juga dapat bagian keuntungan sekitar 2 kali lipat dipotong biaya lomba. Saat akhir 1970-an taruhan antar kampung di tempatku paling sekitar 500-1000 rupiah, sehingga ada botoh yang memberi taruhan 100 perak, 200 perak. Aku sendiri pernah ikut nyumbang taruhan (istilahnya ”nempil”) 25 rupiah. Tapi di kampung tetanggaku lomba dilakukan berulangkali dengan botoh bermodal besar dari kota . Uang taruhan mencapai 100 ribu rupiah (pada saat emas per gram hanya sekitar 2500 rupiah).


(3) Kalau botoh sudah siap dengan uangnya, salah seorang akan mengirimkan ”tantangan” pada kampung tetangga dengan membunyikan kentongan besar (biasanya dibuat dari batang kelapa) dengan irama tertentu...tong-tong..tong-tong...tong..Tantangan ini dilakukan beberapa kali. Biasanya saat jam 02.30 sore ke atas.


(4) Kalau kampung lain itu tidak meladeni tantangan, biasanya mereka akan mendiamkan saja tantangan itu. Tapi kalau kampung lain meladeni tantangan itu, maka kampung lain itu akan menjawab dengan memukul kentongan dengan irama yang sama.


(5) Kalau pihak lawan melayani tantangan, langkah berikutnya adalah si penantang kemudian datang ke tempat kampung lawan untuk bernegosiasi soal besaran taruhan, merpati yang akan diadu, waktu lomba (biasanya sore hari), tempat lokasi yang dijadikan tempat pelepasan merpati aduan serta tempat wakil kedua belah pihak bertemu untuk menjadi saksi guna melihat merpati mana yang turun duluan.


(6) Kalau sudah tercapai kata sepakat, masing-masing pihak akan menyiapkan tim dan merpatinya. Tim yang disiapkan biasanya adalah (a) satu orang untuk membawa merpati ke lokasi pelepasan yang disepakati. Pembawa merpati ini biasanya dilakukan oleh anak muda yang kuat bersepeda atau kuat berlari cepat, karena saat itu belum banyak sepeda motor dan mobil angkot (b) satu orang penabuh kenthongan yang akan dikirim ke kampung lawan. Penabuh kenthongan ini bertugas untuk memukul kenthongan bila merpati aduan telah hinggap dikandang atau rumahnya. Untuk menghindarkan kecurangan, maka penabuh dari kampung A akan menabuh kenthongan di kampung B dan sebaliknya penabuh dari kampung B akan menabuh di kampung A. Penabuh kentongan biasanya diambil dari remaja yang masih tanggung, karena upahnya kecil. Penabuh kenthongan ini biasanya juga dipilih yang bertenaga kuat agar dia mampu memukul kenthongan keras-keras sebagai tanda merpati aduan sudah hinggap. (c) satu orang atau lebih untuk jadi saksi (atau istilahnya ”canguk”) dari masing-masing kampung. Canguk ini biasanya akan bertemu di suatu titik tengah antar dua kampung yang lokasinya terbuka, mempunyai pemandangan luas (misal di tengah persawahan) sehingga bisa melihat bilamana merpati "aduan" sudah datang. Tugas lain Saksi ini adalah membawa uang taruhan dan secara seksama mendengarkan kenthongan kampung mana yang nanti lebih dulu bunyi sebagai indikasi merpati yang lebih dulu hinggap. Untuk Canguk ini biasanya dipilih orang dewasa yang pendengarannya tajam. (4) ”Sedulan” yakni anak-anak yang disuruh untuk berjaga di depan kampung dan mengawasi bila merpati aduan sudah datang. Kalau merpati sudah kedengaran suara peluitnya atau sudah kelihatan, sedulan ini berteriak-teriak agar tim yang didalam kampung bersiaga menyambut si merpati. Sedulan ini biasanya disuruh membawa beberapa merpati untuk memancing dan memandu merpati aduan segera menukik menuju kampungnya. Merpati ini juga yang diterbangkan oleh sedulan ini juga mejadi tanda bagi tim dalam kampung agar waspada karena merpati aduan akan segera datang (5) Tim penyambut merpati dalam kampung. Tim ini biasanya dipimpin pemilik merpati atau botoh yang berpengaruh. Si pemimpin tim nanti bertugas mengelepak-ngelepakkan si merpati betina pasangan merpati aduan. Sedangkan orang yang lain nanti bertugas membantu mengelepakkan merpati lain atau melempar merpati lainnya ke udara, untuk merangsang si merpati aduan segera menukik dan hinggap di kandangnya.
(7) Ketika semua sudah siap, merpati dibawa lokasi pelepasan memakai keranjang merpati dan orang-orang yang lain segera menuju pos-nya sesuai tugasnya masing-masing.

Pelaksanaan lomba


(1) Ketika penabuh kenthongan, sampai ke kampung lawan biasanya akan diberitahu ciri-ciri merpati aduan dari kampung itu sehingga nanti si penabuh kenthongan tidak salah mengidentifikasi merpati aduan ketika menabuh kenthongan.


(2) Ketika canguk sudah sampai lokasi pertemuan dengan canguk kampung lawan, biasanya merka segera mengeluarkan uang taruhan yang disepakati dan ditaruh bersama. Biasanya suasana di lokasi canguk ini santai dan penuh canda karena mereka sudah saling mengenal dan akrab karena kampungnya bertetanggaan.


(3) Orang yang ditugaskan melepas merpati dalam perjalanan menuju lokasi pelepasan burung aduan biasanya melepas beberapa Merpati "jajalan" atau merpati uji coba. Merpati jajalan terakhir ini biasanya dipilih dari merpati yang sudah hafal route terbang daerah itu. Merpati jajalan ini biasanya ada beberapa ekor dan dilepas untuk memberi tahu tim di kampung bahwa si pelepas burung sudah sampai di titik tertentu, misalnya merpati jajalan ke-1 dilepas di kilometer ke 3, merpati jajalan ke-2 dilepas di km 4, merpati jajalan ke-3 dilepas di km 5 (lokasi pelepasan). Dengan pelepasan di beberapa titik ini membuat tim di kampung bisa lebih bersiaga untuk menyambut si merpati aduan nantinya. Untuk tidak membingungkan tim di kampung, biasanya si pelepas burung sebelum berangkat sudah di-briefing terlebih dulu tentang merpati jajalan yang harus dilepas di masing-masing lokasi.


(4) Ketika pelepas burung merpati sudah sampai di lokasi pelepasan merpati biasanya akan menunggu pelepas burung dari kampung lawan. Setelah mereka bertemu biasanya secara terpisah mereka akan melepas merpati ”jajalan” terakhir atau merpati uji coba. Merpati jajalan ini dimaksudkan untuk memberi tahu tim di kampung bahwa sekitar 5-10 menit lagi merpati aduan siap dilepas. Untuk memudahkan tim di kampung atau sedulan mengidentifikasi burung merpati yang datang, merpati jajalan dan merpati aduan dipasangi ”sawangan” (peluit yang dipasang dekat brutu atau ekor burung) dengan suara yang khusus. Sawangan ini ada yang bunyinya berdenging, ada yang bunyinya berdengung, ada yang bunyinya uli-uli..uli-uli... dll. Dalam beberapa kasus dijumpai merpati jajalan ini belum hafal route sehingga merpati aduan datang lebih dulu dari merpati jajalan. Hal ini biasanya akan membingungkan sedulan, tim di kampung, canguk dan penabuh kenthongan. Karena mereka belum siap tiba-tiba merpati aduan sudah sampai.


(5) Ketika semua merpati jajalan sudah dilepas, si pelepas burung dersama dengan pelepas burung dari kampung lawan akan melepas burung aduan secara berbarengan. Cara melepasnya adalah burung diambil dari keranjang dan dipegang dengan tangan kemudian dilontarkan ke depan agar merpati itu segera terbang. Setelah melepas merpati aduan, si pelepas burung mengamati beberapa saat sampai merpati itu tidak terlihat lagi dari pandangan mata. Setelah itu selesailah tugas si pelepas burung, dan dia akan beranjak pulang.


(6) Di lokasi sedulan, setelah merpati jajalan terakhir tiba, anak-anak akan konsentrasi untuk mendengarkan suara sawangan untuk mengidentifikasi kedatangan merpati aduan. Selain mendengarkan suara, anak-anak juga akan konsentrasi melihat ke langit untuk mengantisipasi merpati aduan datang sementara suara sawangan-nya kurang nyaring terdengar. Dalam melihat ke arah langit biasanya mata di buka lebar-lebar karena merpati aduan biasanya terbang tinggi sekali dan hanya terlihat seperti titik hitam di angkasa. Dalam situasi tertentu sering dijumpai merpati terbang dibalik awan. Bila anak-anak sudah mengenali kedatangan merpati aduan, sedulan ini biasanya segera melepas merpati sedulan untuk memberi tahu tim di kampung agar siap karena merpati aduan telah hampir tiba. Merpati sedulan ini juga dimaksudkan untuk membantu merpati aduan mengenali kampungnya dan berani segera menukik ke kampungnya.


(7) Sama di lokasi sedulan, di lokasi canguk biasanya para canguk segera waspada untuk menanti kedatangan merpati aduan dengan menggunakan mata dan telinga mereka. Para canguk juga berkonsentrasi untuk mendengar suara kenthongan kampung mana yang lebih dulu terdengar sebagi tanda merpati aduan sudah hinggap.Saya sendiri sangat menyukai untuk ikut di lokasi canguk karena di lokasi ini kita akan melihat dua ekor merpati aduan yang terbang bareng sangat tinggi kemudian saling memisahkan diri dan berlomba untuk mencapai kampungnya. Namun seringkali ditemukan ada merpati aduan yang susah misah ("methil") dengan lawannya. Terkadang merpati ini malah ikut ke kampung lawannya. Yang mengasyikkan dan sekaligus menegangkan adalah ketika melihat merpati aduan dalam saat bersamaan mencoba menghunjam atau menukik ke kampungnya. Ada merpati yang gaya menukiknya ”ngampat” yakni dari ke jauhan sudah menukik cepat dengan cara landai, ada cara ”ngeclap” yakni cara menukik landai sambil sesekali mengibaskan sayap untuk menambah kecepatan tukik, dan ada cara yang ”nenggel” yakni merpati turun menukik hampir 90 drajat dan cara "ngongkong" yaitu turun perlahan sambil sayap dibuka lebar kayak bukung elang di udara (cara ngongkong ini biasanya sangat dibenci orang karena turunnya lambat dan tidak enak dilihat). Terkadang pula merpati yang ”nenggel” seringkali tidak kuat sehingga ”njepat” artinya ketika dia sedang menukik kemudian dia terbang berputar terlebih dulu sebelum melanjutkan tukikannya (ini juga kadang menyebalkan karena hitungan sepersekian detik sangat berharga ketika sedang lomba merpati). Burung merpati ini tukikannya sangat luar biasa. Mungkin kecepatan tukikannya bisa mencapai ratusan kilometer per jam. Tidak jarang di lingkungan perkotaan ditemukan merpati aduan mati karena saat menukik laju, dia menabrak kabel kawat listrik, sehingga sayap atau lehernya patah.


(8) Di dalam kampung, ketika mereka sudah mendengar aba-aba dari sedulan atau mendengar suara sawangan merpati aduan, mereka segera memegang merpati betina dan mengelepakkan sayap-sayapnya ke udara. Biasanya ada beberapa merpati betina yang dikelepakkan,. Selain itu ada beberapa merpati yang dilempar ke udara untuk merangsang agar merpati aduan segera menukik ke darat. Tidak jarang ada yang menghamburkan air ke udara untuk merangsang merpati aduan turun, karena mungkin merpati itu haus setelah terbang beberapa lama. Dalam menyambut merpati aduan ini, biasanya orang juga ramai berteriak-teriak dengan memanggil nama burung aduan itu. Misalnya burung aduan itu diberi nama "kancil" maka dia dipanggil cil..cil...cil....cil...dst.


(9) Bila burung merpati aduan sudah hinggap maka si penabuh kenthongan akan segera memukul kenthongan sekuat tenaga. Biasanya selama merpati hinggap di sekitar lokasi halaman ”markas” merpati aduan, itu sudah dianggap sah dan kenthongan dipukul, tidak perduli apakah hinggap langsung di betina, hinggap di atas genting di halaman itu, hinggap di tanah atau langsung hinggap di kandang. Dalam beberapa kasus ditemukan bahwa bila si penabuh kenthongan belum dewasa (masih anak-anak), dia sering dibujuk atau disuap oleh orang-orang disitu (pihak lawan) untuk memukul kenthongan padahal merpati belum hinggap.


(10) Di lokasi canguk, para canguk secara seksama akan mendengarkan suara kenthongan. Dalam hal ini yang paling sulit adalah ketika merpati aduan punya kualitas yang sama sehingga datang dan turun hampir bersamaan (hitungan sepersekian detik). Sehingga kejelian pendengaran para canguk menjadi sangat penting. Pihak canguk yang kalah kemudian akan menyerahkan uang taruhannya pada yang menang dan biasanya langsung negosiasi apakah lomba ini masih disusul lomba tahap 2 atau tidak.


(11) Canguk yang menang pulang ke kampung dan membagi-bagikan hasil kemenangannya kepada para botoh. Biasanya ada sedikit uang yang disisihkan untuk upah si pelepas burung dan penabuh kenthongan (saat tahun akhir 1970an, upahnya sekitar 15-25 rupiah saja). Canguk biasanya juga akan merundingkan apakah lomba ini akan dilanjutkan ataukah tidak. Kalau dilanjutkan, biasanya mereka akan mengirimkan tantangan lewat nada kenthongan...thong-thong...thong-thong...thong...Biasanya dalam satu hari lomba hanya satu kali atau maksimum 2 kali, karena acaranya biasanya dimulai ketika hari sudah sore dan saat itu belum banyak angkot atau motor. Jadi untuk menempuh jarak 5 kilometer dengan sepeda dan jalan menanjak, si pelepas burung tidak akan punya banyak waktu...


Fair play

Walau terkadang ada kecurangan-kecurangan kecil, secara umum saya melihat lomba merpati di kampungku berlangsung dengan asas fair play. Contohnya ketika para canguk sulit mengidentifikasi suara kentongan yang hampir bersamaan, biasanya diputuskan pertandingan berlangsung "bedho" atau seri/imbang.

Asas fair play ini mungkin dipengaruhi oleh kondisi mereka yang saling bertetanggaan dan saling mengenal akrab serta kehidupan desa yang guyub. Jadi menang kalah adalah hal biasa, apalagi lomba semacam ini hanya untuk iseng (istilahnya Prof.Umar Kayam disebut ”kesukan”). Di kampungku sendiri jarang ada lomba yang nilainya besar, sehingga pihak yang kalah juga tidak merasakan kerugian terlalu berat. Ibaratnya hanya membuang uang receh, sehingga tidak terlalu mengganggu ekonomi rumah tangga mereka... Jadi ada sisi fungsionalitas dari tomprang ini juga karena tidak mengganggu ekonomi rumah tangga tapi bisa untuk meningkatkan silaturahmi dengan kampung tetangga.

No comments: