Monday, July 30, 2007

Kethoprak, hiburan dan edukasi untuk wong ndeso

Di daerahku, kethoprak merupakan merupakan salah satu hiburan tradisional rakyat. Kethoprak merupakan seni drama tentang kehidupan di kerajaan-kerajaan tempo dulu utamanya kerjaan di Jawa seperti Singosari, Kediri, Majapahit, Demak, Pajang, Mataram, Surakarta dll. Meski demikian terkadang adapula cerita kerajaan dari Baghdad. Bagiku kethoprak ini selain mempunyai unsur hiburan, juga mempunyai unsur edukasi untuk membedakan yang benar dan salah dan sekaligus menanamkan etos kepahlawanan.

Kethoprak ini sering dipentaskan oleh grup-grup kethoprak dari kampung. Meski demikian ada pula beberapa grup kethoprak profesional yang terkenal seperti grup kethoprak Kodam VII Diponegoro, Gitogati, Siswo Budoyo dst. Seingatku grup kethoprak Kodam VII sangat terkenal dengan pasangan legendaris yang rupawan yaitu pasangan suami isteri Widayat dan Marsidah. Sedangkan grup Gitogati sangat terkenal dengan penampilan si kembar Ki Gito dan Ki Gati yang tampil dengan akting atraktif penuh penghayatan. Sedangkan Siswo Budoyo sangat terkenal dengan inovasi teknik perang yang pakai salto dan akrobatik lainnya. Dalam kethoprak itu juga terdapat sessi dagelan atau humor. Dagelan yang sangat terkenal antara lain: Kancil dan Gudel (nama panggilan pelawak kethoprak Kodam VII seingatku), Ki Gito, Ngabdul dll. Kalau grup terkenal itu manggung, dijamin penonton tua-muda mbludak dan baru meninggalkan tempat ketika kethoprak tersebut selesai.

Saya sendiri menyukai tontonan kethoprak sehingga tidak jarang bersama-sama anak-anak yang lain harus jalan kaki sampai 5 kilometer di malam hari demi menyaksikan kethoprak itu. Kalau dibandingkan dengan dengan kethoprak yang ditayangkan di televisi, kethoprak kampung mempunyai keunggulan karena penampilan kethoprak di televisi sudah mengalami banyak pemotongan proses karena waktu yang terbatas. Salah satu hal yang hilang misalnya seni tembang ketika “pasewakan agung” atau menghadap raja. Pada saat pasewakan agung ini, raja dan patih saling bertanya jawab soal perkembangan di kerajaan dengan cara tembang. Demikian pula ketika seseorang sedang “gandrung” atau kasmaran jatuh cinta, cara rayuan pakai tembang sudah dihilangkan. Unsur dialog yang bersifat edukasipun semakin berkurang karena waktu tayang di televisi yang terbatas. Adapun keunggulan seni kethoprak di televisi adalah di seni drama yang didukung dengan teknologi sehingga seseorang bisa kelihatan terbang dll.
Sayang budaya tradisional kethoprak yang edukatif ini semakin lama semakin tergusur oleh serbuan budaya asing. Sangat jarang anak-anak kampung yang bisa menyanyikan lagu tembang Jawa seperti Pucung, Sinom, Dandhang gulo, Megatruh dll. Padahal lagu-lagu tersebut syairnya sangat indah dan banyak berisi “pitutur” atau petuah kehidupan.

No comments: