Wednesday, August 01, 2007

Guru Kampungku, ndeso tapi pejuang sejati ...

Ketika banyak orangtua menjerit karena biaya sekolah yang semakin mahal saat ini, seolah-olah membenarkan bahwa sekolah itu hanya HAK untuk si kaya. Sedangkan si miskin, harus minggir karena tidak punya daya dan harta guna menyokong pendidikannya.
Aku teringat masa kecilku di kampung. Sekolahku sederhana dengan diding dari anyaman gedek bambu, lantai tanah tiada berpondasi, tiada langit-langit, tiada berjendela. Sekolahku yang sederhana ini juga merupakan cerminan masyarakat di sekelilingku yang sebagian besar masih miskin.
Menghadapi kemiskinan seperti itu, tidak membuat semangat guru-guruku untuk memajukan pendidikan di kampungku menjadi surut. Mereka berkreasi membangun sekolah tanpa terlalu membebani orang tua murid yang memang miskin. Ada beberapa contoh yang dilakukan guru untuk menggalang dana pembangunan dan perawatan sekolah, misalnya:
  • Setiap hari Jumat, anak-anak disuruh berolah raga. untuk pemanasan para murid diajak berjalan ke sebuah sungai dan pulangnya membawa sebongkah batu sesuai kekuatannya masing-masing. Lama-lama batu tersebut terkumpul banyak dan bisa digunakan untuk bikin pondasi sekolah.
  • Untuk membuat pondasi atau perbaikan sekolah, biasanya guru musyawarah dengan orang tua murid. Biasanya banyak orang tua murid yang mampunya nyumbang tenaga atau kayu, bambu dll bahan bangunan sekolah. Sumbangan tenaga dan material bangunan tadi diterima dengan senang hati oleh sekolah dan dikelola dengan baik sehingga pembangunan sekolah tidak membebani orang tua murid terlalu berat.
  • Setiap hari Selasa dan Jumat, sebelum senam pagi murid-murid diwajibkan membawa sebatang kayu pakar jenis apapun. Anak-anak sangat mudah mencari sepotong kayu bakar di jalan atau di kenun. Kayu bakar ini dikumpulkan dan setelah banyak diikat dan dijual. Uang hasil penjualan kayu bakar siswa ini dibelikan kapur tohor untuk mengecat dinding gedek sekolah. Tenaga yang mengecat dinding sekolah ini diambil dari siswa kelas 5 atau 6, sehingga sekolah tidak perlu mengeluarkan biaya tukang cat.
  • Saat perayaan sekolah seperti lebaran, siswa hanya disuruh membawa kue dari rumahnya masing-masing dan saling ditukarkan dengan temannya. Dengan cara ini suasana sekolah tetap seperti pesta yang meriah tapi tidak perlu keluar biaya.
  • Untuk membuat lapangan lompat jauh atau loncat tinggi, murid-murid biasanya disuruh mengumpulkan pasir dikali dan diangkut ke halaman sekolah oleh para siswa. Dengan gotong royong semacam ini sekolah bisa mempunyai lapangan lompat jauh dengan biaya yang murah.
Itulah beberapa contoh kreatifitas guruku dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat sekitarku yang miskin. Tidak ada korupsi karena memang tidak ada yang bisa dikorupsi. Tapi yang lebih utama, jiwa pengabdian para guru, pemahaman dan empathy guru terhadap kondisi orangtua siswa begitu dalam. Guru tidak mau membebani orangtua murid dengan setumpuk biaya, bahkan kalau biaya itu bisa dipermudah/dihilangkan, beliau-beliau guru pasti akan membebaskannya. Luar biasa pengabdianku wahai guruku...engkaulah pahlawan tanpa tanda jasa yang sejati... semoga pengabdianmu menjadi bekal yang mencukupi untuk menempuh kehidupanmu yang abadi...

No comments: