Friday, September 28, 2007

Ke luar negeri yang ketiga kali

Pada awal tahun 1998, saya berkesempatan mengikuti Training Conflict Resolution selama 10 hari di RECOFTC - Bangkok. di training tersebu ada beberapa kawan dari Indonesia yang akhirnya menjadi karib bagiku Mbak Diah alias Mboke Kendil, Pak Ilya Mulyono dari Studio Drya Media Bandung, Pak Simon Devung dan Pak Ketut Gunawan dari CSF Unmul Samarinda. Peserta lain berasal dari Kamboja, Vietnam, China, Mongolia dll.
Saat pelatihan tersebut bertepatan bulan Ramadhan, jadi kami agak kalang kabut cari makanan untuk sahur. Untunglah disana ada supermarket yang jual mie instant. Cilakanya merk mie intant tersebut sebagian besar dalam bahasa Thailand yang hurufnya kayak huruf Jawa Kawi. Akhirnya saya main feeling aja dengan melihat warna bungkusnya, kalau indomie itu warna bungkusnya dominan merah putih misalnya, kalau mie sedap warnanya ada kecoklatan dll.. Mie intant dan telur ayam saya beli untuk dimasak di asrama ...
Kalau malam hari, saya dan teman2 cari makan di luar. Untuk menemukan makanan muslim agak susah disana, akhirnya saya dan mbak Diah ketemu makanan favorit yakni kerang yang digoreng pake telur (omelette kerang). Walau aku sebenarnya sih nggak yakin makanan itu halal 100 % karena mungkin minyaknya tidak halal. tapi apa boleh buat kondisi sedang darurat...
Kami juga sempat menikmati tom yam (sup Thailand). Kami semua semula agak bingung cara memasaknya karena di restoran terbuka itu kami diberi tungku dan kuali di atas meja, sayuran dan daging mentah yang diiris tipis. Akhirnya sambil ngawur, sayuran dan daging kami masukkan ke kuali yang sudah ada kuahnya itu. Setelah dirasa masak, sayuran di kuali tersebut kami sendok ke piring kami beserta kuahnya. Tapi nasi kami di piring belum habis ternyata supnya sudah habis. Akhirnya kami minta tambahan kuah dan oleh pelayan diberi tahu bahwa cara makannya cukup sayuran dan daging diceplungkan kemudian disendok sedikit demi sedikit ke piring atau kalau perlu pake sumpit. Jadi bukan dengan cara kuahnya dituangkan ke piring semua........kami semua ketawa mentertawakan diri sendiri yang tidak tahu adat makan di negeri orang he..he..he...
Di Thailand, saya juga sempat jalan-jalan ke pasar Chattuchak untuk beli oleh-oleh semacam kaos, gantungan kunci dll. Harga di pasar ini agak murah dan beberapa penjual bisa berbahasa Melayu khususnya pedagang yang berasal dari Thailand selatan yang berbatasan dengan Malaysia. Sewaktu jalan-jalan dengan Mboke Kendil di dekat kampus pelatihan, aku juga sempat mendapatkan majalah Playboy bergambar Pamela Anderson yang aduhai... ha..ha..ha.. (wah majalah itu akhirnya hilang karena dipinjam sana sini he....he...)
Di pelatihan itu ada suatu kejadian lucu karena ada seorang peserta dari Afrika yang di hari ketiga sempat semalaman tidur di depan gerbang pintu asrama. Ceritanya saat malam itu dia jalan-jalan ke Patpong distrik, yang terkenal sebagai daerah lokalisasi dan sex shop, dan pulang kemalaman karena keasyikan disana. Akibatnya pintu gerbang sudah dikuci dan dia nggak bisa masuk asrama, akhirnya semalaman dia tidur di depan pintu gerbang. Dia sendiri nggak kapok bahkan atur strategi dengan kejadian itu. Konon pada malam berikutnya, dia membawa dua gadis Thailand yang cantik-cantik ke kamarnya di asrama sampai pagi...ha...ha...ha...
Suatu malam, aku juga sempat jalan-jalan di kampus Universitas Kasetsart yang tidak jauh dari asrama. Di lapangan kulihat banyak anak muda (mungkin mahasiswa) sedang ketawa-ketawa nonton film yang sangat sederhana yang dibuat dari slide foto dan diputar pake slide projector (karena saat itu belum ada multi media projector macam Infocus). Mereka menayangkan sejumlah adegan secara berurutan (seperti slideshow) yang diberi narasi dialog. Sederhana tapi sangat kreatif dan menarik ide mereka itu. Narasi film itu pakai bahasa Thai, jadi aku nggak tahu artinya. Tapi dari gambar yang ditayangkan aku menangkap pesan film itu yang bercerita seorang anak kampung dari keluarga sederhana berangkat ke kota untuk kuliah. Di bangku kuliah, anak tersebut kenal seorang gadis dan lalu pacaran. Karena si cowok bukan orang kaya, ketika pacaran mereka memakai sepeda onthel, jalan di pematang sawah sampai jatuh di selokan dll pokoknya lucu, menghibur dan sekaligus romantis.... Luar biasa kreatifitas anak-anak mahasiswa itu....
Menjelang kepulangan kami, di Jakarta krisis moneter terus berlangsung dan rupiah anjlok sampai Rp. 16.500 per dollar. Makanya banyak kawan yang meledek:" wah kamu pulang jadi orang kaya karena kamu bawa uang saku dalam bentuk dollar". Dari kepergianku ke Thailand ini aku sempat menyisihkan uang 150 dollar. Ketika rupiah makin menguat, uang ini kutukar ke rupiah dan aku mendapatkan rupiah sekitar 1,5 juta yang kujadikan uang muka sebuah kapling siap bangun yang berukuran kecil 12 x 8 meter di pinggiran kota Bumiayu (tempat istriku).

No comments: