Friday, April 25, 2008

Pendidikan bagus = Biaya Mahal?

Dudi anakku semata wayang saat ini sudah kelas 6, dan dia ingin melanjutkan sekolah ke SMP seperti anjuran Pemerintah untuk Wajib Belajar 12 tahun. Alhamdulillah prestasi akademik Dudi cukup lumayan. Mamanya Dudi kemudian mendaftarkan Dudi di kelas unggulan di SMPN 1 Samarinda, SMP2 Samarinda dan SMP Islam Terpadu Cordova. Kemarin tanggal 24 april 2008, aku mengantar Dudi untuk wawancara di sekolah SMPN 2 Samarinda. Aku sebagai orangtua, juga ikut diwawancarai terutama terkait dengan komitmen untuk mendukung pembiayaan di sekolah unggulan. Memang dalam wawancara itu, belum disebutkan jumlah nominal rupiah yang perlu dibayar oleh orangtua siswa. Tapi gelagatnya, nanti kalo calon siswa diterima di sekolah itu, orangtua siswa harus siap-siap bayar ini dan itu...

Aku berpikir, alangkah sedihnya jadi orang miskin di negeri tercinta ini... akan sulit dapat pendidikan bermutu karena nggak kuat membayar...

Menurutku ini salah satu andil kesalahan dari para birokrat pendidikan kita. Yang tidak mampu memilih arah dan visi bangsa di dunia pendidikan. Kita selalu mengekor pada negara maju yang sumberdayanya jauh berbeda dengan kita. Kita tidak mencoba memilih model pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan potensi bangsa kita. Kita dipaksa untuk mengagung-agungkan intelegensi, dan melupakan nilai-nilai luhur bangsa dan ilmu kehidupan lainnya. Maka jangan heran, universitas hanya melahirkan pengangguran terdidik yang tidak kreatif mengembangkan sumberdaya di sekelilingnya.

Di sekolah di benak kita ditanamkan untuk mengagungkan Rudy Habibie yang berotak cerdas. Tapi kita tidak pernah diajak untuk menghargai prestasi dan kecerdasan Rudy Hartono (yang ahli bulutangkis), Rudy Chaeruddin (yang kuliner hebat), Rudy Salam (yang bintang sinetron dan film) atau Rudy Hadisuwarno (yang penatarambut andal).

Di lingkungan guru, ditanamkan bahwa mencetak murid yang tangguh harus disertai dengan fasilitas yang hebat seperti laboratorium, perpustakaan, alat komputer dll. Kreatifitas guru menjadi mandul karena ketergantungan pada alat-alat yang konon canggih itu..tidak ada alat maka pembelajaran terhenti....Guru jarang diajak untuk mengembangkan metode belajar dari alam. Padahal Allah sudah berfirman bahwa ilmu kehidupan dari alam tidak akan pernah habis untuk kita pelajari. Suku-suku asli di Indonesia seperti suku Dayak, suku Anak Dalam, Suku Asmat dll mereka memanfaatkan alam untuk belajar ilmu kehidupan.

Di sekolah juga sering terjadi vonis massal yang tidak mendidik. Siswa yang otaknya encer dimasukkan ke kelas unggulan. Sementara yang lain di kelas reguler. Ini sudah penghakiman yang keterlaluan, karena sekolah sudah memvonis bahwa yang kelas reguler adalah anak-anak yang agak bodoh atau bodoh. Secara psikologis hal ini sudah akan membuat siswa kelas reguler merasa inferior. Guru yang seharusnya bisa membangkitkan motivasi belajar siswa saja sudah memvonis bodoh, apalagi orang di luar? Pendidik yang baik seharusnya bisa menemu kenali bakat kemampuan masing-masing siswa dan mengembangkannya. Sehingga sebuah kelas akan menjadi interaktif karena kemampuan dan bakat siswa yang beragam. Pembagian kelas unggulan-reguler ini merupakan suatu tindakan yang TIDAK ADIL dan TIDAK MENDIDIK sehingga Dinas Pendidikan harusnya menghapuskan pembagian kelas model ini....

Ya Allah, kapankah kau hadirkan pemimpin-pemimpin kami yang benar-benar amanah dan mau berjuang untuk kemaslahatan masyarakat. Pemimpin yang mau berpikir dan berkorban untuk kaum miskin yang semakin hari semakin bertambah. Jauhkanlah negeri kami dari kehancuran dan kebiadaban......

2 comments:

Nophey said...

Assalamualaikum, alow pak edy,
hehehe kebetulan saya nemu blok bapak, saya novi anggota fosma pin s1 Pin... bner pak saya setuju dengan opini bpk, tp agak kurangsetuju mengenai keberadaan kelas akselerasi.
mnurut saya kemampuan setiap orang itu memang berbeda, ada yang pintar, ada yg bodoh, yg bodoh bsa memang dari sononya bodoh, atau karena malas.. jadi klo yg pinter di masukin ke kelas khusus saya kira bagus, dari pada di kelas reguler prestasi dia jd terhambat, apalagi dengan masuk kelas aksel dia bsa lulus hanya 2 thun, klo di kelas reguler kan ga bsa hehehe...

oia sekarang tman2 di pin lagi mo bkin kegiatan workshop tentang pendidikan anak2 jalanan pak, kmarin udah survei, dan skrg lagi persiapan buat acara workshopnya...
doakan sukses ya pak.. wassalamualaikum...
best regard

Edy Marbyanto said...

Kalau saya punya pemikiran bahwa setiap orang itu punya potensi. Setiap orang adalah pintar di bidang tertentu, dan setiap orang sekaligus kurang pintar untuk hal tertentu lainnya. Sekarang tugas pendidik adalah menemukenali kelebihan masing-masing untuk kemudian dikembangkan secara optimal. Masalahnya kita selama ini lebih banyak terbelenggu oleh materi pelajaran yang terlalu menyederhanakan pendidikan dengan pembelajaran yang terlalu ilmiah tapi kemanfaatannya dalam kehidupan seringkali kurang. Misal saya dulu diwajibkan mempelajari matematika (macam sinus, tangen, cotangen dll). Tapi ilmu itu ternyata tidak banyak terkait dengan bidang kerja saya dan kehidupan saya saat ini. Menurut saya matreri pelajaran di sekolah hendaknya juga dikaitkan dengan minat serta lapangan kerja di masa mendatang...... Anak didik jangan dipukul rata harus bisa ini dan itu tapi kenalilah potensi dan kembangkanlah potensinya itu