Friday, September 12, 2008

Hilangnya romantisme akibat budaya HP dan email

Seingatku, HP di Indonesia mulai ngetrend sekitar tahun 1995-an. Saat itu HP masih barang lux dan ukurannya gede-gede sehingga bisa buat nimpuk anjing. Kartu HP saat itu masih paska bayar dan persyaratan untuk memperoleh kartu HP cukup njelimet (harus diverifikasi/dicek dulu seperti orang mau mengajukan kredit motor). Sebelum HP, sebenarnya ada alat "penyeranta" yang fungsinya hanya untuk sms saja dan tidak bisa buat nelpon. Penyeranta ini ukurannya agak kecil sekitar 3 x 5 x 1 cm saja. Tapi penyeranta ini emudian tergilas oleh HP yang sangat praktis dan bisa mempunyai banyak fungsi (telpon, sms, foto, musik, video dll).

Sebelum ada HP, untuk komunikasi dengan orang yang berjauhan domisilinya biasanya dilakukan melalui surat, telegram ataupun telepon. Saya sendiri dulu rajin berkomunikasi melalui surat dengan beberapa kawan karibku termasuk kawan-kawan perempuan yang kucinta. Setiap minggunya saya terima 3-4 pucuk surat dari kawan2ku, sehingga petugas posnya sambil guyon pernah bilang; "Mas, sampeyan buka Kotak Pos aja... karena sampeyan sering sekali terima surat"...
Karena jarak yang jauh, ketika kita nulis suratpun kita sangat hati-hati. Kita berusaha menjaga kertas surat itu tetap bersih, bebas dari coretan koreksi dan rapi. Kitapun berusaha mencurahkan segenap konsentrasi untuk mengaduk kosa kata yang kita miliki untuk memilih kata-kata terindah yang bisa menggambarkan perasaan cinta kita, rasa kangen kita, rasa sayang kita untuk orang tercinta. Orang yang sedang jatuh cinta biasanya mempunyai keajaiban dimana mereka bisa menggubah kata-kata ibarat seorang pujangga.... Kitapun akan berusaha menuliskan dengan tulisan terbaik yang kita bisa. (saya sampai saat ini lebih menyukai menerima surat dengan tulisan tangan "yang sulit dibaca" daripada tulisan ketikan komputer atau ketik manual. Ketika seseorang menulis surat dengan tulisan tangan, hal itu menggambarkan hubungan emosi yang intens dan sifatnya pribadi).


Ada keasyikan tersendiri ketika menulis surat apalagi untuk orang yang dicintai. Karena jarak yang jauh sehingga sepucuk surat sering menempuh perjalanan cukup lama misal terkadang perlu waktu 3 minggu atau sebulan baru dapat balasan. Hal ini terkadang rasa kangen menumpuk di hati , wajah jelita sang kekasih senantiasa terbayang di pelupuk mata, suaranya yang merdu senantiasa terngiang di telinga...... Ketika dengar suara klakson motor atau suara kring-kring sepeda pak pos, hati begitu berdebar menantikan balasan surat sang kekasih (makanya The Beatles bikin lagu Mr. Postman). Tak sabar rasanya ingin membaca surat itu, dan setelahnya surat itu senantiasa dibaca ulang di waktu luang...seolah-olah kita akan menemukan butiran mutiara baru tiap kali membacanya....

Sayang romantisme seperti itu sudah mulai hilang. Sejak adanya teknologi email dan terlebih HP, budaya menulis surat dengan tulisan tangan menjadi hilang. Teknologi email yang sangat memudahkan orang berkirim kabar, membuat kita ketika nulis surat menjadi kurang mampu mengeksplorasi kata-kata indah. Karena kalau ada hal yang kurang jelas nanti bisa dijelaskan lagi melalui email berikutnya. Waktu tempuh email yang sangat cepat juga membuat kita kehilangan "waktu penantian" sehingga hati belum berdebar kangen, surat balasan udah muncul.... ini romantisme yang hilang menurutku....

Budaya HP juga semakin menghancurkan budaya romantisme itu... karena budaya telepon langsung via HP cenderung membuat orang berkomunikasi tanpa mikir panjang atau berkomunikasi tanpa berusaha memilih kata-kata indah. Apaagi sms, karena keterbatasan space kata maka bahasa di sms biasanya bahasa yang pendek, singkatan dan to the point tanpa ada bunga-bunga kata yang indah.... Melalui sms orang tidak diberi ruang memadai untuk belajar sastra...

Tapi mungkin keluhanku ini merupakan cerminan dari generasi yang telat mengikuti perkembangan jaman ya...(Seingatku comment serupa tentang pudarnya romantisme surat juga pernah muncul dari wartawan besar kita Rosihan Anwar)... Tapi begitulah, aku sekarang jarang melihat karya sastra ataupun musik yang kata-katanya begitu indah memukau.... novel ataupun lirik lagu kebanyakan encer dan dangkal maknanya.... Kupikir selain pengaruh budaya global (email dan HP), kondisi ini juga didukung oleh lemahnya pendidikan sastra di dunia sekolah kita..... anakku yang sekolah di SMPpun kini lebih menyukai komik Naruto, padahal pada usia yang sama (pada tahun 1980an) saya saat itu sedang mulai jatuh cinta dengan karya-karya klasik sastrawan Pujangga Baru atau Balai Pustaka...

No comments: