Sunday, February 21, 2010

In memoriam Ibu Mertua (1)

Selamat jalan Ibu mertuaku.....

Ketika bulan Ramadhan 2009, saya dan istri mendengar kabar dari keluarga yang mengabarkan ibu mertua sedang sakit dan opname di rumah sakit. Kami tidak terlalu kaget karena ibu mertua memang sudah lama menderita beberapa komplikasi penyakit yang cukup akut seperti darah tinggi dan jantung. Penyakit darah tinggi tersebut selain faktor keturunan mungkin juga dipengaruhi oleh pola makan yang banyak mengkonsumsi daging, apalagi sate kambing muda di Bumiayu memang lezat banget. Selain ke dokter, beliau juga pernah memakai berbagai resep tradisional seperti mentimun, daun seledri, daun alpokat, bawang putih dan lain-lain.

Mendengar kabar tersebut, saya sekeluarga merencanakan pulang mudik lebaran lebih awal. Sepuluh hari sebelum lebaran kami pulang via Jakarta, dengan pertimbangan harga tiket belum mahal dan lalu lintas belum macet. Walau aku sempat kesal karena harus berdesak-desak rebutan bus di Pulogadung dan busnya lambat banget karena sering "ngetem" (berhenti cari penumpang), tanggal 11 September kami tiba di Bumiayu dengan selamat.

Saat kami tiba dan menghadap ibu mertua, aku menangis dalam hati melihat sosok ibu yang selama ini berperangai keras, saat itu kelihatan begitu kurus, lemah dan pucat. Beliau yang biasanya begitu riang gembira menyambut kedatanganku dan anak istri hanya diam seribu basa. Diajak berbicarapun hanya senyum tipis, diam atau tatapan kosong. Praktis selama beliau sakit dan aku disana, beliau tidak banyak berkata-kata.

Selama bulan ramadhan, karena kondisinya yang sakit-sakitan membuat ibu tidak berpuasa. Meski demikian biasanya beliau ikut menemani bapak mertua dan ana cucu saat berbuka puasa atau makan sahur. Dengan kondisinya yang sangat lemah, beliau harus dipapah ketika harus ke kamar kecil atau mau ke liuar kamar. Untunglah Ibu mempunyai 9 (sembilan) anak yang sebagian tinggal berdekatan sehingga bisa saling bergantian menjaga dan melayani ibu. Istriku sendiri berusaha melayani ibu dengan intensif, karena kami menyadari bahwa kesempatan melayani ibu tidak setiap hari bisa dilakukan.
Alhamdulillah, sejak kedatangan kami, beliau yang selama beberapa hari sebelumnya tidak mau makan dan makan obat, kemudian bersedia untuk makan beberapa suap, minum obat atau mau dibikinkan juice buah. Hal itu sangat menggembirakan kami maka kalau sore hari saya biasa jalan-jalan ke pasar untuk mencari kue tradisional atau buah untuk ibu. Walau pernah juga ibu protes sama istriku karena anggur dan jeruk yang kubelikan terasa asam ......

Kami semua gembira dengan perkembangan kesehatan ibu yang membaik. Mengingat saya sehabis lebaran akan pulang ke Samarinda, maka saya diskusi dengan seorang kakak ipar untuk membelikan kursi roda buat ibu agar ibu bisa mudah keluar kamar tanpa harus dipapah karena saat hari-hari biasa nanti hanya Bapak mertua (yang juga sudah sepuh/tua) yang bisa menemani 24 jam karena anak menantu dan cucu harus kerja atau sekolah. Malam itu saya sempat browsing internet untuk mencari kursi roda yang tepat untuk ibu.

Saat hari ketiga sebelum lebaran ibu masih menemani kami sahur dan kemudian pindah ke kamar yang biasa kutempati untuk tiduran. Tapi setelah beberapa lama beliau minta pindah ke kamar lain dengan ditemani istriku. Karena kupikir ibu mertua sudah tertidur, setelah subuh aku sendiri kemudian tidur di kamar adik iparku. Tahu-tahu jam 05.30 aku terbangun karena istriku membangunkanku dengan teriak-teriak bahwa ibu kumat jantungnya. Aku segera melompat dari tempat tidur dan berlari ke kamar ibu. Di situ beberapa kakak iparku sedang menangis dan merubung ibu. Saat itu ibu sedang menghadapi sakratul maut. Ibu terkadang minta didudukkan dan terkadang minta dibaringkan, tetapi beliau sudah semakin pucat dan bagian kaki mulai dingin. Bapak mertua yang tidur di kamar lain kemudian terbangun karena mendengar suara tangisan anak-anaknya. Beliau kemudian datang dan merangkul ibu. Sebagian dari kami membaca doa surah Yasin, dan sebagian menuntun ibu dengan kalimah syahadah. Kami semua bergantian meminta maaf sama ibu mertua dan beliau bnilang bahwa semua telah dimaafkan. Beliau juga berpamitan bahwa beliau akan bepergian jauh dan jangan ada yang ikut... sambil tanganya melambai seperti lambaian perpisahan.

Perawat dan ambulan dari rumah sakit yang dipanggil sebelumnya sebenarnya sudah datang. Namun kakak-kakak ipar melihat kondisi ibu sudah sangat kritis sehingga dirasa tidak perlu dibawa ke rumah sakit karena kalau di rumah sakit anak dan cucunya tidak bisa menunggui saat kritis ibu, Perawat yang mencoba mengukur tekanan darahpun mendapati kenyataan bahwa denyut nadi ibu sangat lemah. Kami semua hanya bisa pasrah dan menuntun ibu dengan doa dan syahadat. Tidak lama berselang nafas ibu mulai tersenggal dan dari bibir beliau keluar air liur yang sedikit berbusa. ...dan plasss...mata ibu terpejam dengan lembut dan mulut terkatup rapat. Wajah beliau kelihatan tenang seperti orang tidur. Melihat keadaan itu kami tidak bisa menahan isak tangis kami...untunglah kemudian ada yan g mengingatkan agar kami jangan menangis agar arwah beliau bisa tenang menghadap ke haribaan-Nya.

Meski sedih karena berpisah dengan ibu yang kami cintai, tapi kami juga mengucap syukur karena ibu meninggal dengan tenang dan prosesnya sempurna karena beliau bisa mengucap syahadat. Ibuku yang kucintai, semoga kau diterima di sisi-nya dan Yang Maha Pengampun memberikan rahmat ampunan yang berlimpah buat ibu tercinta. Semoga amal baik perbuatan ibu menjadi bekal yang cukup untuk menghadapi hari akhir. Aku akan senantiasa slalu memanjatkan doa untukmu......

No comments: