Saturday, July 23, 2011

KEBIJAKAN KABUPATEN KONSERVASI: dari perspektif Daerah dan Masyarakat

KEBIJAKAN KABUPATEN KONSERVASI: dari perspektif Daerah dan Masyarakat
Penulis: Eddy Mangopo Angi, Kresno D. Santosa dan Petrus Gunarso
Tropenbos International Indonesia Programme
Balikpapan 2009
ISBN 978-979-18366-6-1
34 halaman

Buku ini merupakan case study tentang Kabupaten Malinau yang mencanangkan diri sebagai Kabupaten Konservasi melalui Perda No. 4 tahun 2007. Konsep Kabupaten Konservasi ini diadopsi dengan mengacu UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dalam pasal 9 menyebutkan bahwa pemerintah dapat menetapkan kawasan khusus/strategis bagi kepentingan nasional dalam wilayah propinsi dan/atau kabupaten/kota. Secara geografis, sekitar 90% tutupan lahan di kabupaten merupakan kawasan hutan baik hutan lindung, taman nasional maupun hutan produksi. Kawasan hutan tersebut sangat penting bagi fungsi hidrologis Kalimantan Timur, karena hutan tersebut menjadi hulu dari beberapa sungai besar di Kalimantan Timur. Selain itu kehidupan masyarakat tradisional yang banyak tergantung dengan hutan menjadikan peranan hutan bagi kehidupan manusia sangat tinggi.

Komitmen politik Pemkab Malinau melalui pencanangan sebagai Kabupaten Konservasi tersebut kemudian diikuti dengan penyusunan Masterplan Kabupaten Malinau sebagai Kabupaten Konservasi dan Kriteria Indikatornya. Namun sayangnya masterplan tersebut tidak diikuti dengan action plan yang implementatif. Dengan tidak adanya action plan tersebut upaya “mainstreaming” dan integrasi konsep konservasi ke program-program sektoral menjadi tidak optimal. Persoalan kedua, adalah terjadi konflik kebijakan antar Perda karena adanya konflik kepentingan antara konservasi dengan pertumbuhan ekonomi lokal (investasi). Persoalan ketiga, sosialisasi konsep kabupaten konservasi tidak merata sehingga instansi pemerintah sering kesulitan menjabarkan dalam program di instansinya masing-masing. Persoalan ke empat, bagi legislatif dan masyarakat konsep kabupaten konservasi dipandang membatasi akses masyarakat terhadap hutan dan selama ini tidak ada benefit dari pemerintah pusat terhadap komitmen daerah dan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan konservasi.

Untuk mendukung penerapan konsep kabupaten konservasi tersebut, para penulis menyarankan (1) perlu ada pelimpahan kewenangan secara proporsional kepada daerah di sektor kehutanan termasuk dalam skema perdagangan karbon sukarela (2) pengembangan fasilitasi kerjasama yang lebih luas misalnya melalui jaringan Heart of Borneo/HoB (3) pengembangan skema pengelolaan hutan kolaboratif seperti yang dikembangkan di Taman Nasional Kayan Mentarang (4) Optimalisasi pemanfaatan multi fungsi wilayah konservasi baik dari sisi ekonomis misalnya ekowisata maupun dari sisi ekologis seperti sumber air.

Secara umum buku ini mudah dicerna karena alurnya runtut dan bahasanya sederhana. Kekurangan buku ini adalah tidak dicantumkannya Perda No 4 tahun 2007 dan Masterplan Kabupaten Malinau sebagai Kabupaten Konservasi di dalam lampiran buku ini. Karena tidak ada gambaran isi Perda dan Masterplan tersebut, maka pembaca yang ingin menganalisis sendiri Perda dan Masterplan tersebut menjadi kesulitan bahan.

No comments: