Sunday, August 14, 2011

KELEMBAGAAN DAN PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN

KELEMBAGAAN DAN PERANSERTA MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN; Analisis terhadap PP No. 6 tahun 2007
Rikardo Simarmata
Institut Hukum Sumberdaya Alam (IHSA)
Jakarta, 2007
ISBN 978-979-96770-1-3
162 halaman

Dalam buku ini penulis menganalisis PP No. 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Perencanaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. PP No. 6 tahun 2007 yang dimaksudkan untuk mendorong iklim investasi dan meningkatkan keamanan hutan, berisikan tentang; (1) Kesatuan Pengelolaan Hutan/KPH (2) Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan (3) Pemanfaatan Hutan (4) Hutan Hak (6) Industri Primer Hasil Hutan (7) Peredaran dan Pemasaran Hasil Hutan (8) Pembinaan dan Pengendalian (9) Sanksi Administratif terhadap Pemegang Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan dan Ijin Usaha Industri Primer Hasil Hutan (10) Peralihan.

Beberapa poin analisis terhadap PP tersebut adalah:
1. Kelembagaan KPH sudah mengarah pada paradigma forest ecosystem management, namun pelibatan masyarakat dalam kelembagaan KPH masih sangat terbatas.
2. Perhatian terhadap masyarakat setempat dalam PP ini cukup banyak seperti dalam proses penyusunan rencana pengelolaan hutan maupun tahapan pemanfaatan hutan. Namun perhatian terhadap masyarakat terkesan masih setengah hati karena yang diberikan ke masyarakat “hanya” Ijin Pemungutan Hasil Hutan. Mengapa masyarakat tidak diberi ijin yang lebih luas/kokoh? Hal ini menunjukkan semangat “pemberdayaan ekonomi masyarakat setempat” dalam PP ini masih lemah.
3. Skema pemberdayaan masyarakat (Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Kemitraan) cenderung terkendala soal: (a) lokasi yang belum dibebani hak yang susah dicari khususnya di areal hutan produksi, (b) proses pemberian ijin yang berbelit dan double karena pemegang ijin HKm harus memiliki Ijin Pemanfaatan Hasil Hutan (3) perhatian dan komitmen Pemda untuk pendampingan dalam program pemberdayaan masyarakat masih rendah.
4. Program pemberdayaan masyarakat melalui skema diatas, perlu diwaspadai supaya tidak menjadi alat legitimasi untuk melemahkan posisi masyarakat dalam pengelolaan hutan.
5. PP 6 tahun 2007 ini berpotensi mengalami overlap dengan UU Sumberdaya Air khususnya terkait izin hak guna air atau hak guna air yang berada dalam kawasan hutan.

Beberapa rekomendasi dari penulis adalah:
1. Perlu pemunculan kembali penghormatan dan pemberian perhatian kepada masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat dalam peraturan pelaksanaan dan implementasinya (termasuk dalam pengembangan kelembagaan KPH)
2. Percepatan pengembangan program pemberdayaan masyarakat dengan langkah kongkrit .
3. Pemberian ijin kepada masyarakat dalam rangka pemungutan hasil hutan harus diberikan dalam skema perlakuan khusus yang mudah, terjangkau, dan tidak berbelit-belit.
4. Lembaga KPH yang dibentuk harus mampu mempercepat proses aksi pemberdayaan masyarakat.
5. Perlu ada keseriusan penegakan hukum.

Secara umum buku ini mudah dipahami karena penulis juga menyajikan analisis dalam bentuk tabel sederhana. Hal yang sedikit mengganggu adalah pada bab-bab awal terkesan ada pengulangan-pengulangan kalimat.

Buku ini ditulis pada tahun 2007, sampai saat ini beberapa analisis masih cukup relevan khususnya aspek pemberdayaan masyarakat. Meski demikian dengan dikeluarkannya beberapa peraturan pelaksanaan khususnya terkait KPH pada beberapa tahun terakhir ini, telah mampu memperjelas beberapa pertanyaan kritis dari penulis tentang kelembagaan KPH.

No comments: