Wednesday, August 15, 2012

SEPATU DAHLAN



Oleh: Khrisna Pabichara
Noura Books, Jakarta 2012
ISBN: 978-602-9498-24-0
369 halaman

Novel ini disusun mendasarkan pada true story kehidupan Dahlan Iskan sewaktu remaja yang duduk di bangku madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah pada sekitar tahun 1960an. Sebagai sebuah novel, true story tersebut kemudian dikembangkan dan dibumbui beberapa adegan fiktif.  Karena penulisan yang cukup runtut dan mengalir, saya kesulitan untuk menelaah mana kejadian yang riil dan mana yang fiktif...

Buku ini mengisahkan kehidupan Dahlan yang hidup bersama ayah ibunya beserta kakaknya Mbak Atun yang menjadi guru, Mbak Sofiawati yang kuliah, Dahlan yang mulai masuk madrasah Tsanawiyah/MTs (setingkat SMP) dan adiknya, Zain. Keluarga Dahlan hidup di desa miskin di pinggiran perkebunan tebu di daerah Magetan- Jawa Timur. Di kampung Kebon Adem tersebut, Dahlan tinggal bersama ayah, ibu dan adiknya. Sedangkan Mbak Atun bekerja dan Mbak Sofiawati kuliah di kota Madiun. Ayah Dahlan seorang ustadz kampung yang bekerja keras  sebagai buruh serabutan (misal buruh tani dan bertukang), untuk memenuhi kehidupan keluarganya.  Ibunya  Dahlan yang  dibesarkan di pesantren, mencari tambahan penghasilan dengan membatik.  Kehidupan yang miskin membuat Dahlan dan Zain terbiasa dengan kehidupan sederhana seperti  makan nasi thiwul (dari gaplek singkong). Dahlan dan Zain juga dilatih untuk bekerja keras dengan mencari rumput dan menggembalakan domba mereka yang berjumlah 28 ekor, dan  bekerja sebagai kuli di perkebunan tebu yang ada di lingkungannya.

Saat bersekolah di MTs pesantren Takeran yang dikelola oleh keluarga ibunya, Dahlan mengalami ujian dengan meninggalnya ibunda Dahlan yang sangat dicintainya. Meninggalnya ibunda membawa banyak perubahan dalam keluarga itu karena ayah Dahlan menjadi  “shock” dan semakin banyak menghabiskan waktu di sawah garapan (termasuk di malam hari) untuk mencangkul dan mencari nafkah buat kebutuhan keluarga. Dahlan sendiri harus mengambil alih peran ibundanya untuk menyiapkan makanan buat dirinya sendiri dan adiknya. Kondisi keluarga yang sangat miskin, membuat Dahlan dan Zain akrab dengan kelaparan. Sepotong buah pisang ataupun lauk ikan teri plus sambel terasi-pun sudah merupakan makanan yang mewah bagi mereka. Zain pun sempat beberapa kali mengalami  pingsan karena tidak kuat menahan kelaparan yang menderanya.  Dahlanpun sempat dihukum oleh mandor perkebunan karena ketahuan mencuri tebu untuk menolong adiknya yang sedang kelaparan.

Kondisi keluarga yang miskin dan Dahlan harus menangani urusan masak memasak serta harus menggembalakan domba, tidak membuat Dahlan minder. Di sekolah dia ikut aktif dalam kegiatan organisasi Ikatan Santri dan juga aktif dalam kegiatan bola voli. Dahlan juga rajin belajar sehingga mampu berprestasi di sekolah walaupun hari-hari dia harus berjalan berkilo-kilo tanpa sepatu (nyeker) untuk menjangkau sekolah. Sepatu merupakan suatu  benda yang sangat “bernilai” atau mewah bagi Dahlan. Dahlan sangat puas dengan prestasi di sekolah maupun di ekstra kurikuler karena dengan prestasinya itu Dahlan bisa membuat ayahnya bangga dan bahagia. Di balik sikap ayahnya yang pendiam dan penuh disiplin, Dahlan menemukan bahwa ayahnya sangat menyayangi anak-anaknya.

Di balik kehidupan di desa yang bergelimang kemiskinan, Dahlan menemukan berkah berupa ketulusan dan kebersamaan  dari teman sepermainanya seperti kebersamaan saat menggembala kambing, mencari ikan, mandi di kali dll.Dahlan menjadi semakin kuat dengan adanya dukungan teman2 sekolah dan teman mainnya.
Sepatu dan sepeda dari hari ke hari merupakan obsesi Dahlan. Sepatu pertama akhirnya diperoleh ketika teman-teman kelasnya membelikan sepatu bekas untuk bermain dalam turnamen bola voli. Walaupun kesempitan dan kakinya lecet-lecet, Dahlan dan timnya bisa memenangi turnamen voli itu. Turnamen ini membawa berkah karena Dahlan kemudian diminta menjadi pelatih tim bola voli pabrik gula dengan gaji yang lumayan. Dengan gaji itu, dia bisa membeli sepeda bekas dan sepatu bekas untuk dirinya sendiri dan untuk adik yang dikasihinya. Di tempat berlatih voli, kisah cinta Dahlan dan rekannya bernama Aisha mulai bersemi. Namun cinta tersebut  akhirnya tertunda karena Aisha dan Dahlan harus berpisah sementara waktu karena Dahlan harus pergi ke samarinda untuk mencari peluang kuliah di sana, sedangkan Aisha pergi kuliah ke Jogja.

Beberapa  pesan moral yang terkandung dalam novel ini, antara lain:
  • Kemiskinan yang dijalani secara tepat akan mematangkan jiwa. Kemiskinan hendaknya jangan dihadapi dengan dendam. Kemiskinan hendaknya disikapi dengan kerja keras, ulet, tanggung jawab dan sabar agar seseorang  mampu keluar dari lingkaran kemiskinan itu sendiri. Dalam jangka panjang, kehidupan masa kecil yang miskin akan dapat menumbuhkan jiwa emphaty terhadap orang miskin, mampu menghargai uang, tidak boros dll  ketika orang tersebut dewasa
  • Kemiskinan hendaknya jangan sampai membuat seeseorang kehilangan jati diri moralnya. Kemiskinan hendaknya jangan dijadikan alasan untuk melakukan perbuatan yang menghalalkan segala cara.
  • Ilmu, Amal dan Takwa, Ilmu merupakan pijakan untuk  bertindak dan beribadah, Ilmu yang dimiliki harus diamalkan untuk kemaslahatan umat dan semuanya berujung pada ketakwaan terhadap Allah s.w.t
  • Ora kepengin sugih, ora wedi mlarat. Janganlah kau memburu harta/jabatan, dan janganlah kamu takut dengan kemiskinan dan kemelaratan.
  • Sumber bening ora golek timbo. Bila dirimu memang mempunyai kualitas yang bagus, kamu tidakperlu memngemis-ngemis jabatan. Jabatan atau amanahlah yang akan datang padamu dan harus kamu tunaikan dengan sebaik-baiknya.
  • Pendidikan moral agama  dan kasih sayang dalam keluarga menjadi satu pondasi yang sangat penting untuk membangun karakter jiwa yang tangguh, bertanggung jawab, sabar dan kerja keras.
  • Dimana ada kemauan, disitu ada jalan...ketika kita mempunya cita-cita dan berupaya keras untuk menggapainya, maka sukses akan menanti.....

Novel ini sangat inspiratif dan dituturkan dengan mengalir......so, ENAK DIBACA DAN PERLU!!!

No comments: