Wednesday, November 25, 2015

Teman SMA (1)

Dia agak tinggi, ramping (tidak atletis karena ceking), berambut berombak agak kemerahan, serta berpembawaan ceria. Kalau sekolah sering mengendarai Vespa cat putih atau Honda GL warna hitam. Dia adalah satu diantara sedikit kawan yang bersekolah mengenakan sepatu yang branded. Sepatunya merk Nike warna putih keabu-abuan. Dia suka olah raga sepakbola, dribble bolanya boleh juga walaupun belum seelok Ronaldo CR7.  Dia juga olehraga volley karena postur jangkungnya.
Tuhan mempertemukan kami menjadi karib di SMA. Sejak kelas 2 dan 3, kami selalu satu kelas dan tempat duduknya berdekatan. Sambil guyonan,kami suka belajar bersama berbahasa Inggris dengan menggunakan kata-kata yang agak “nakal”.  Kelas kami letaknya dekat gerbang ke lapangan olah raga di belakang sekolah, sehingga banyak siswa-siswi kelas lain yang lewat di samping kelas kami untuk berolahraga dengan celana pendek (saat itu istilahnya celana “short”). Pada saat itu kejahilan kami muncul dengan diam-diam melakukan  “penjurian” siswi yang bentuk betis kakinya paling indah hahaha...

Sewaktu kelas 3 SMA, dia mulai pacaran dengan adik kelasnya. Dia sangat mencintai kekasih  dengan segenap jiwa raga dan balung sumsumnya. Mungkin itu cinta pertamanya, sehingga dia begitu “total” dalam menumpahkan perasaan cintanya.... Dia sering bercerita tentang hatinya yang berbunga-bunga ketika habis membocengkan kekasihnya.  Seingatku Jurang Jero yang saat itu ngetop sebagai tempat pacaran menjadi salah satu destinasi pacaran yang disukainya ...:)

Dia belajar mencinta, tapi Tuhan pula yang menentukan takdirnya. Suatu saat dengan wajah penuh muram durja, dia bercerita bahwa kisa cintanya kandas di tengah jalan. Sebgaia pria  sejati, dia berusaha menahan tangis, walau aku tahu cintanya  yang kandas telah membuat remuk redam perasaannya. Apalagi orang yang dicintai masih sering dijumpai dan berlalu lalang di depan mata. Aku lupa tentang sebab musababnya, tapi kuingat persis dia begitu “shock” dengan tragedy cintanya. Untunglah, perlahan-lahan dia bangkit dan bisa menata hidupnya kembali, walau kuyakin cintanya itu tidak akan pernah terlupa...unforgetable.....karena cintanya begitu mbalung sumsum dan mengendap lekat di relung kalbunya....

Takdir membawaku kembali bersamanya. Kami kuliah di kampus yang sama di FISIPOL UGM. Dia di jurusan Sosiologi, aku di jurusan Ilmu Sosiatri (Ilmu Kesejahteraan Sosial). Persahabatan kami makin marak karena teman SMA yang lain yakni mas Heni Asmara juga masuk satu  kelas denganku, dan kemudian disusul Mohtar di jurusan Administrasi Negara (walaupun kemudian tidak tuntas). Ketika pulang dari Jogja ke Muntilan bareng, kami biasa mampir di warung pojok Pak Dul di njero pasar Muntilan untuk menikmati soto babat yang maknyuss dan cetar membahana....

Menjelang aku lulus tahun 1990, aku jarang bertemu dengannya. Kesibukanku riset dan menulis skripsi membuatku jarang ke kampus dan bersua. Aku sempat kuatir dia drop di tengah jalan. Sampai aku lulus dan kerja, aku tak mendengar kabar beritanya. Aku cari alamat dia, aku hunting namanya lewat internet tapi tiada kutemukan. Dia menghilang bagai di telan bumi.


Tapi Tuhan Maha Mendengar dan mendengarkan doa hambanya, di tahun 2011 aku mendapatkan informasi keberadaannya yang ada di kota kecil di sumatera. Pada akhir tahun 2011 kami bisa bertemu setelah 20 tahun lebih tak jumpa. Tidak ada yang heboh dengan pertemuan itu, kecuali kami sama-sama menyadari sudah botak walaupun botakku lebih kinclong darinya. Aku bersyukur bisa bertemu dengan teman lama yang kelakuannya tidak banyak berbeda dari dulu...Aku bersyukur bisa bersilaturahmi kembali dengannya, semoga persahabatan kami abadi.... Siapakah “Dia”?

No comments: