Thursday, October 20, 2016

SENYUM DAHLAN

Oleh: Tasaro GK
Penerbit Noura Books
Jakarta, 2014
ISBN 978-602-1606-90-2
380 halaman

Buku ini merupakan salah satu seri dari Trilogi Inspirasi Dahlan Iskan. Edisi sebelumnya berjudul Sepatu Dahlan dan Surat Dahlan.

Dalam buku ini berkisah tentang Saptoto, anak seorang janda yang pensiunan guru SD. Ibu Saptoto mempunyai anak 11, namun hanya 9 yang hidup. Meski hanya mengandalkan  pensiunan dan kerja serabutan, Ibu Saptoto bertekad harus mampu menyekolahkan anak-anaknya walau hidupnya harus irit dan sederhana. Ibu Saptoto ini merupakan penggemar setia tulisan koran Dahlan Iskan.

Saptoto yang lulus SMA mencoba mendaftar UMPTN namun gagal. Dia akhirnya diterima di UNY  dengan mengambil jurusan Jurnalistik. Di kampus itu dia berkenalan dengan Kanday, seorang pemuda Sunda yang berasal dari keluarga petani yang sederhana. Persahabatan yang erat timbul diantara mereka. Kanday yang punya minat kuat jadi wartawan, meminjam kliping koran Ibu Saptoto yang berisi tulisan-tulisan Dahlan Iskan. Kandaypun akhirnya jadi penggemar tulisan Dahlan Iskan.
Saptoto dan Kanday pun aktif dalam kegiatan kampus. Mereka aktif mengikuti Praktek Kerja Lapangan hingga mereka diterima magang kerja di Radar Bogor sebuah harian local milik grup Jawa Pos yang dikomandani Dahlan Iskan.  Talenta dan keseriusan kerja mereka memikat pimpinan Radar Bogor hingga mereka diterima bekerja disana. Mereka kemudian merintis Radar Bandung dan Radar Bekasi. Namun Saptoto menyadari bahwa dia tidak cocok jadi wartawan sehingga dia mengundurkan diri dan ingin menjadi penulis lepas. Sedangkan Kanday yang ditinggalkannya, terus berusaha mengembangkan Radar Bekasi yang mulai naik prestasinya.

Perjalanan Saptoto ingin menjadi penulis lepas, membuatnya bertemu dengan seorang editor yang mempertemukannya dengan Dahlan Iskan.  Dari pertemuan tersebut diungkap perjalanan Dahlan Iskan sewaktu menjadi wartawan. Dahlan Iskan menjadi popular sewaktu menjadi wartawan Tempo mengembangkan jurnalisme investigasi untuk mengupas kasus narapidana criminal Kusni Kasdut yang dihukum mati. Dia bisa menggali aspek-aspek manusiawi dari terhukum. Dahlan juga menggunakan investigasi untuk menampilkan kecelakaan Kapal Tampomas  II yang terbakar dan tenggelam di Laut Masalembo pada awal tahun 1981. Tragedi Tampomas II tersebut merenggut nyawa ratusan orang. Dahlan berhasil mewawancarai korban dan para awak kapal Sangihe yang menjadi penyelamat dan telah berjuang mati-atian memberikan bantuan kepada para penumpang Tampomas II. Meski demikian dijumpai keputusasaan dari awak kapal Sangihe karena kondisi kapal Sangihe yang rusak membuat mereka tidak bisa optimal memberikan bantuan. Mereka hanya bisa terkesima dan menangis haru tak berdaya  melihat korban bergelimpangan kepanasan dengan lolong kesakitan dan akhirnya tenggelam diterkam ombak laut Masalembo.

Perjalanan Dahlan Iskan kemudian bergerak ketika diberi tugas mengelola koran Jawa Pos yang diakuisisi Tempo. Perlahan-lahan Jawa Pos yang semula agak surut berhasil berkembang. Dari sisi jurnalistik, Dahlan belajar banyak sama wartawan senior Tempo seperti Goenawan Moehammad. Dari sisi bisnis dia belajar banyak kepada Eric Samola yang merupakan pebisnis handal dan dekat dengan para politisi. Grup Jawa Pos makin berkembang dan mulai mengembangkan koran-koran local daerah seperti Radar Kaltim, Radar Bogor dll. Grup Jawa Pos akhirnya mendirikan Gedung Graha Pena di Surabaya sebagai monument tumbuh kembangnya Jawa Pos. Pada saat Jawa Pos mulai berkibar, Eric Samola terkena stroke hingga meninggal dunia. Meninggalnya “sang guru” membuat Dahlan Iskan naik ke tampuk pimpinan grup Jawa Pos, dengan tetap memegang tuntunan yang telah diberikan oleh Eric Samola.

Secara umum buku ini mudah dinikmati karena Bahasa yang sederhana dan alur yang agak runtut. Meski demikian terkesan buku ini sangat “mengkultuskan” sang tokoh utama yakni Dahlan Iskan. Hal ini agak terasa mengganggu karena terkesan Dahlan Iskan seperti Dewa dan bukan sosok manusia...Walau buku ini memiliki kekurangan, buku ini saya rekomendasikan untuk tetap dibaca karena ada nilai2 moral positif yang bisa petik hikmahnya.




No comments: