Wednesday, October 26, 2022


Burial Rites (Ritus-ritus Pemakaman)

Hannah Kent

409 halaman

 

Novel setebal 409 halaman ini merupakan novel fiksi yang diangkat dari kisah nyata dengan  setting negara Islandia tahun 1820-an. Hannah Kent, penulis yang berkebangsaan Australia menuliskan novel ini dengan melakukan riset sejarah terhadap kasus Agnes Magnusdottir. Agnes ini merupakan terpidana hukuman mati terakhir di Islandia.

Agnes merupakan seorang gadis sebatang kara. Dia dilahirkan oleh seorang perempuan pelayan dan tidak jelas siapa ayahnya. Dia mempunyai saudara tiri seibu tapi jarang bertemu karena sejak kecil Agnes dititipkan ke orang-orang yang membutuhkan jasa pembantu sedangkan ibunya mengembar mencari pekerjaan di tempat lain. Agnes yang terhimpit dalam kemiskinan, sejak kecil menjalani profesi sebagai pembantu. Namun di tengah himpitan penderitaannya, Agnes merupakan orang yang rajin belajar sehingga dia pinter membaca dan menulis.

Agnes tumbuh menjadi remaja cantik. Suatu ketika Agnes yang sedang menjadi pembantu di sebuah keluarga, bertemu dengan dokter Nathan Ketilson yang sedang bertamu. Nathan yang playboy memberikan perhatian khusus kepada Agnes dan berjanji akan mengajak Agnes menjadi kepala pelayan di rumahnya. Angan Agnes melayang, karena dia sadari dia telah jatuh cinta ke Nathan. Dokter Nathan memenuhi janjinya untuk memboyong Agnes ke rumahnya, namun Agnes kecewa karena di rumah tersebut sudah ada Sigga perempuan yg lebih muda dan cantik jelita yang menjadi kepala pelayan. Agnes berusaha menerima keadaan, dan berusaha melayani Nathan dengan penuh cinta. Namun lama-kelamaan Agnes tahu bahwa Nathan juga bercinta dengan Sigga.

Kecantikan Sigga, telah mempesona Fridrik seorang bujang pengangguran. Fridrik  telah meminta Sigga dengan baik-baik kepada Nathan. Nathan mengijinkan melepas Sigga setelah Fridrik memberikan sejumlah uang kepada Nathan. Namun seiring perjalanan waktu, Nathan ingkar janji dan hal ini membangkitkan dendam kemarahan Fridrik. Agnes sendiri mengalami perlakuan yang kejam dari Nathan yang mengusir Agnes di rumahnya pada saat musim dingin tanpa berbekal pakaian yang memadai. Hingga suatu saat terjadi pertengkaran antara Fridrik, Sigga dan   Agnes di satu pihak melawan Nathan di pihak lain. Pertengkaran tersebut berakhir dengan upaya pembunuhan Nathan oleh Fridrik. Nathan yang tertidur, hancur tanganya setelah terkena palu yang dihantamkan oleh Fridrik. Fridrik berusaha menghantam kepala Nathan dengan palu tapi hanya terkena tangan Nathan. Agnes yang tidak tega melihat Nathan yang dicintainya (walaupun telah menyengsarakannya juga) terluka dan menderita kesakitan  teramat sangat kemudian menusukkan pisau ke tubuh Nathan, supaya Nathan segera terlepas dari penderitaan.

Oleh pengadilan, Fridrik dan Agnes dijatuhi pidana hukuman mati. Sebelum eksekusi hukuman mati dilakukan, Agnes dititipkan kepada keluarga Jon yang menjadi petugas sipir, karena saat itu fasilitas penjara sedang penuh dan lokasi jauh. Fridrik dan Agnes juga dibimbing oleh pendeta agar mereka siap secara mental dan spiritual untuk menjalani hukuman mati. Agnes meminta didampingi oleh Totti, seorang asisten pendeta yang pernah hadir dalam mimpinya dan pernah berjumpa serta membantu Agnes saat Agnes mau menyeberangi sungai yang banjir. 

Kehadiran Agnes di Keluarga Jon semula menimbulkan ketakutan dan kekuatiran bahwa Agnes akan berbuat jahat. Namun kekuatiran itu sirna karena Agnes bekerja sangat rajin di keluarga tersebut bahkan dia dengan pengetahuannya bisa memberikan bantuan pengobatan kepada Margret (istri Jon) yang sedang sakit dan kepada tetangga yang melahirkan.  Akhir cerita Keluarga Jon dengan berat hati melepas Agnes yang akan menghadapi hukuman pancung.   Asisten Pendeta Totti, yang sedang sakit beberapa bulan karena memaksakan diri menempuh perjalanan jauh di musim dingin untuk memberikan pelayanan bimbingan kepada Agnes, ketika mendengar Agnes akan dieksekusi segera bergegas menembus musim dingin untuk menemui dan menguatkan Agnes. Dengan tekad membaja, Toti akhirnya berhasil menemui Agnes dan memberikan penghiburan di saat terakhirnya.  Eksekusi untuk Fridrik dan Agnes akhirnya dilakukan, dengan meninggalkan duka yang dalam bagi orang-orang yang menyayanginya.

Novel ini menarik dari sisi alur maupun bahasa terjemahan yang enak dicerna. Ada beberapa pesan moral yang bisa kita petik nari novel ini seperti kasih sayang terhadap sesama yang terpinggirkan, positive thinking terhadap orang lain, pengabdian tulus terhadap pekerjaan dan kemanusiaan dan lain-lain.....

No comments: