Thursday, August 24, 2023

Valuasi Ekonomi Wilayah Adat; Teori dan Praktek

 


Valuasi Ekonomi Wilayah Adat; Teori dan Praktek

Penulis: Stefanus Masiun, Vinsensius Vermy, Matius Jon

Penerbit Sinar Begawan Khatulistiwa

Palangkaraya, 2023

180 halaman

ISBN: 978-623-5890-15-9

 

Para penulis buku ini merupakan tokoh-tokoh yang aktif bergiat di  Aliansi Masyarakat Adat Nusantara wilayah Kalimantan Barat. Buku ini mengisahkan tentang indicator pembangunan yang berorientasi ekonomi telah menimbulkan kerusakan ekologi dan sosial secara massif karena  keberhasilan hanya diukur dari angka-angka seperti income perkapita, PDRB dan lain-lain. Sedangkan kerusakan ekologis dan budaya jarang menjadi pertimbangan.  Contoh nyata dari kasus ini adalagh pemerintah menyambut gembira investasi  HPH dan sawit yang berkembang pesat dimana-mana karena keuntungan ekonomi dari HPH dan perkebunan sawit dirasakan sangat besar dan pengembalian investasinya (return on investment) diperoleh dalam tempo yang tidak terlalu lama.  Kerusakan ekologis dan sosial yang ditimbulkan oleh perkebunan sawit sendiri tidak terlalu dihiraukan karena tertutupi keuntungan ekonomis tadi. Pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi ini juga menimbulkan persoalan sosial, karena demi menggelar karpet merah untuk investor, pemerintah seringkali menafikan keberadaan masyarakat adat , dan mengambil alih wilayah kelola masyarakat adat dan diberikan ke investor. Pembangunan berorientasi ekonomi ini juga cenderung menimbulkan disparitas sosial karena adanya penumpukan keuntungan di tangan segelintir orang (pemilik modal), sedangkan sebagian masyarakat tidak memperoleh benefit secara proporsional.

Berkaca dari berbagai kasus marginalisasi masyarakat adat di era orde baru dan era reformasi, muncul berbagai pemikiran dan aksi seperti yang dilakukan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) untuk  memperjuangkan masyarakat adat untuk memperoleh hak menentukan nasib sendiri. Perjuangan ini tidak berdiri sendiri karena di level internasional, di berbagai negara muncul kegiatan advokasi yang serupa. Perjuangan untuk memperkuat posisi Masyarakat Adat ini antara lain dilakukan melalui upaya memperoleh pengakuan dari pemerintah terhadap keberadaan Masyarakat Adat, Pengakuan Pemerintah terhadap klaim wilayah Kelola Masyarakat adat, dan lain-lain.

Di bidang perencanaan pembangunan,  untuk mengoreksi pendekatan pembangunan yang terlalu pro pertumbuhan ekonomi, banyak pemikir kemudian mengembangkan pendekatan  Pembangunan Berkelanjutan (sustainable development) yang berusaha menyeimbangkan aspek pertumbuhan dengan aspek kelestarian ekologi dan sosial. Dari sisi sosial, Perencanaan Pembangunan Berkelanjutan ini juga memuat poin penting untuk memberikan perlindungan hak-hak Masyarakat (adat) dari dampak negatif Pembangunan.

Untuk mendukung advokasi Pembangunan berkelanjutan, salah satu strategi yang dikembangkan oleh banyak pakar adalah pengembangan metode valuasi ekonomi sumberdaya. Dalam hal ini, cost benefit analysis terhadap sebuah aktivitas investasi dinilai tidak hanya dari manfaat ekonomi dari barang dan jasa yang dihasilkan namun juga dinilai dari manfaat sosial dan ekologis. Tentu saja diperlukan formula dan pendekatan yang standar untuk penilaian (valuasi) manfaat sosial dan ekologis ini. Salah satunya dengan metode Total Economic Value (TEV). Adanya valuasi ekonomi sumberdaya ini diharapkan akan membantu para pengambil keputusan dan Masyarakat untuk menilai secara obyektif apakah sebuah investasi akan menguntungkan dari sisi ekonomi, ekologi dan sosial atau tidak. Sehingga penerimaan sebuah program Pembangunan atau investasi tidak hanya melihat kalkulasi keuntungan ekonomi semata-mata.

Saya merekomendasikan buku ini dibaca oleh para pegiat advokasi masyarakat adat dan juga birokrat dan politisi/ anggota legislatif. Secara umum buku ini bermanfaat untuk menambah wawasan kita terkait perlunya koreksi pendekatan pembangunan pro pertumbuhan (pro growth) menuju pro keberlanjutan (sustainable development).  Dalam buku ini, metode valuasi ekonomi sumberdaya dengan menggunakan TEV juga dibahas. Namun sayangnya pembahasannya kurang mendalam sehingga saya pribadi kesulitan untuk membayangkan proses praktik penilaian secara detail. Saya yang awam dalam TEV, akan kesulitan untuk melakukan simulasi penilaian ekonomi sumberdaya bila hanya mengandalkan buku ini. Kalau melihat judul buku “Valuasi Ekonomi Wilayah Adat; Teori dan Praktek” akan lebih baik bila penulis bisa mengupas aspek metodologis penilaian ekonomi sumberdaya dengan menggunakan TEV secara lebih detail dan aplikatif.

Buku ini memuat  pula berbagai kasus penilaian ekonomi sumberdaya di beberapa kampung/desa atau kelompok Masyarakat. Terdapat penilaian ekonomi yang  hasilnya positif (diatas PDRB per kapita daerah tersebut atau Upah Minimum Regional/UMR ), namun juga ada beberapa kampung yang hasilnya negative ((diatas PDRB per kapita daerah tersebut atau UMR). Saya sendiri kesulitan membandingkan hasil valuasi ekonomi antar kampung tersebut karena yang disajikan langsung angka-angka TEV sehingga kita tidak mengetahui dengan persis apakah metodologi dan proses penelitiannya comparable atau tidak. Demikian pula muncul pertanyaan, apakah membandingkan hasil valuasi ekonomi sumberdaya dengan TEV dengan PDRB per kapita atau UMR cukup tepat? Apakah tidak lebih tepat bila membandingkan hasil TEV dengan simulasi cost benefit analysis dengan investasi baru yang akan masuk (missal sawit)?  Hal lain yang juga cukup penting yang belum ada di buku ini adalah strategi komunikasi hasil valuasi dengan TEV. Apa yang harus diperbuat bila data hasil valuasi tersedia? Apakah harus digunakan sebagai bahan advokasi ke pengambil keputussan? Ataukah untuk penyadaran public? Kalau ada kasus valuasi ekonomi sumberdaya yang berhasil digunakan sebagai alat advokasi di pemerintahan atau masyarakat, tentu akan sangat bermanfaat bagi para pembaca.

No comments: