Monday, July 09, 2007

Macul bersama Bapak

Ketika aku masih SD, aku suka membantu Bapak macul atau mencangkul di sawah. Oleh bapakku, aku dikasih cangkul yang sudah agak aus atau agak kecil ukurannya agar aku tidak keberatan mengangkatnya. Bapakku sendiri biasanya pakai cangkul yang masih berukuran besar dengan lebar x panjang cangkul sekitar 30 cm x 50 cm. Daerahku daerah subur dan lapisan olah tanah-nya (top soil) masih cukup dalam sehingga perlu cangkul yang besar dan bisa menggali agak dalam. Gagang cangkulnya biasanya dibuat dari batang aren yang keras dan dihaluskan. Cangkul ini biasanya berat (mungkin sekitar 2-3 kg) dan orang yang bisa mencangkul 15 kali cangkulan tanpa istirahat termasuk kategori orang yang "kuat" mencangkul. Cangkul di daerahku yang banyak sawah berbeda dengan cangkul yang biasa digunakan di lahan kering (ladang/tegalan). Cangkul tegalan biasanya ringan dan agak kecil karena top soil-nya agak keras. Jadi agak repot kalau mencangkul pakai cangkul besar di ladang.
Aku biasanya ikut mencangkul hanya untuk menemani bapakku, sambil cari belut. Kalau dapat belut banyak biasanya nanti dibawa pulang untuk digoreng atau di-pepes dengan parutan kelapa.
Selain macul, aku juga suka bantu bapakku untuk kekrek atau menyabit sisa pohon padi yang masih ada di sawah. Setelah sisa pohon padi disabit dan dikeringkan, lalu dibakar sambil mbenum atau membakar ketela atau singkong. Hasil pembakaran jerami yang berupa abu biasanya disebarkan merata di sawah itu sebagai pupuk alami. Di sawah yang sudah ditebas pohon padinya terkadang anak-anak bermain layang-layang atau bersenang-senang sambil main sepakbola ....

No comments: