Wednesday, May 21, 2008

Jerman 8: Taksi Jepangnya mana? …

Di Berlin, aku berpikir untuk menggunakan taksi untuk perjalanan dari stasiun ke hotel yang kupesan karena aku belum tahu arah dan letak hotel itu. Di pangkalan taksi kulihat semua taksi bermerek Mercedes. Lihat mobil-mobil mewah itu, imageku langsung mikir bahwa taksi ini pasti taksi klas elite dan mahal karena merknya ngetop dan mobilnya mulus serta gede… seperti Silverbird di Jakarta. Makanya kuputuskan untuk nunggu taksi yang barangkali lebih murah dan mungkin dengan merk mobil Jepang. Nunggu sekitar 30 menitan ternyata nggak ada taksi mobil Jepang datang.

Suatu ketika datang sebuah taksi dan sopirnya turun. Dia kemudian melihatku dengan sedikit terkejut. Sopir yang berkulit sawo matang itu mendekatiku dan bertanya: “anda dari Asia?”. Kujawab: “Ya. Saya dari Indonesia”. Orang itu terkejut dan kemudian tersenyum lebar: “Wah kalo begitu kita satu tanah air dong mas. Saya asli dari Medan, Cuma sudah beberapa tahun tinggal di Berlin dan jadi sopir taksi di sini”. Dia kemudian cerita bahwa jadi sopir taksi di sana cukup lumayan hasilnya untuk menghidupi keluarga dengan 3 orang anak. Mereka setiap dua tahun sekali bisa mudik ke Indonesia. Dia cerita bahwa sopir taksi di Berlin didominasi orang Turki, namun terdapat beberapa WNI jadi sopir taksi di sana. Dia juga menambahkan bahwa privasi penumpang sangat dihormati sehingga sopir tidak boleh menawarkan taksi pada penumpang. Penumpanglah yang mendatangi sopir bila dia butuh taksi. Kalo sopir menawar-nawarkan taksi sama penumpang apalagi memaksa, dia akan dapat sanksi dari perusahaan….wah luar biasa banget penghormatan pada privasi penumpang. Coba Bandara Cengkareng, sopir taksinya sesopan itu pasti penumpang akan nyaman banget, kataku dalam hati....

Aku kemudian tanya; “ Mas, apakah taksi disini Mercedes semua? Apa ada yang mobil Jepang? Saya lagi nunggu nih yang mobil Jepang.” Dia terbahak-bahak dan menjawab; “ Disini semua taksi mobil Mercedes mas. Nggak ada yang mobil Jepang. Sampeyan tunggu sampai kiamatpun nggak bakalan ada mobil taksi Jepang menghampiri sampeyan di sini”. Dia bercerita bahwa pada saat beli harga Mercedes memang mahal namun sampai batas kilometer tertentu sparepartnya diperoleh gratis, sehingga biaya maintenancenya nanti agak murah. Pembicaraan kami kemudian terputus karena ada calon penumpang menghampirinya dan kemudian dia harus pergi mengantar penumpang itu… etelah dia pergi, dalam hati aku ketawa sendiri sambil membatin: “Dasar kampungan aku ini….di negeri Mercedes kok nyari mobil Jepang yang murahan he..he…he..”

Akhirnya aku kemudian mendapatkan taksi untuk ke hotel. Seingatku tariff taksi untuk buka pintu sebesar 3 euro (30 ribu), kilo pertama, dst 1 euro (10 ribuan). Untuk jarak 2 kilometer aku menghabiskan sekitar 5 Euro atau 50 ribuan…mahal ya….Pantesan orang Jerman sendiri jarang yang naik taksi dan lebih memilih naik trem (kereta api dalam kota) yang jauh lebih murah.
Kamar hotel yang kupake ternyata agak kecil hanya 3 x 3 meter dengan fasilitas standard saja…Tarifnya 100 Euro per malam…padahal untuk di samarinda fasilitas ruangan itu paling sekelas kamar standard di Hotel Mesra yang paling hanya 400 ribuan saja…ah betapa nggak berharganya nilai uang kita di negeri orang….

No comments: