Friday, November 25, 2011

ROMA: Kisah epik dari zaman Romawi Kuno

ROMA: Kisah epik dari zaman Romawi Kuno
Steven Saylor
On Read-Books Publisher
Jakarta, 2008
ISBN 979-16124-6-3
720 halaman

Buku ini bermula dengan mengisahkan kehidupan tahun 1000 sebelum Masehi dimana Larth dan putrinya yang bernama Lara, yang merupakan penduduk daerah sungai Tyber (yang menjadi cikal bakal berdirinya kota Roma) menjadi tokoh sentralnya. Larth merupakan pedagang garam, yang saat itu merupakan produk dagang utama dari sukunya. Dalam perjalanan menjual garam, mereka bertemu dengan suku lain yang dipimpin Tarketios. Tarketios merupakan penjual logam. Perjumpaan tersebut kemudian dibumbui roman percintaan antara Tarketios dengan Lara. Tarketios kemudian memberikan sebuah kalung sebagai jimat kenangan untuk Lara. Tarketios sendiri kemudian mati terbunuh oleh Potitius anak buah Larth yang cemburu terhadap Tarketios yang berhasil mendapatkan cinta Lara.

Potitius kemudian menyunting Lara dan punya anak perempuan Potitia. Potitia kemudian menikah dengan seorang pemuda setengah dewa bernama Hercules yang membantu suku Potitius dalam membunuh Cacus (seorang manusia monster). Garis keturunan Potitius bersama sepupunya Ponarius kemudian menjadi salah satu keluarga patricia (bangsawan) di suku itu.

Suku itu kemudian memilih dipimpin seorang raja Romulus. Banyak intrik politik bermain dari satu generasi ke generasi lain. Raja yang otoriter dengan didukung kaum patricia mendominasi kehidupan suku Roma tersebut. Namun kehidupan terus bergulir sehingga muncul kebijakan perlunya Raja didampingi oleh perwakilan bangsawan dalam wadah Senat. Kaum masyarakat awam (plebeia) kemdian membentuk Tribune untuk mengimbangi Senat tersebut. Tarik menarik terus terjadi sampai muncul gaya pemerintahan dengan kepemimpinan kolektif, disusul pemerintahan Republik hingga muncul pemerintahan Kekaisaran Romawi. Roma sendiri melakukan berbagai ekspansi hingga Chartago, Spanyol, mesir dan Persia untuk membangun kejayaannya.

Meskipun di luar negeri militer Romawi disegani, namun kondisi pemerintahan dalam negeri sendiri sering terombang-ambing karena konspirasi licik dalam menjatuhkan lawan politik. Fitnah, kesewenang-wenangan hingga pembunuhan merupakan salah satu bentuk perebutan kekuasaan yang jamak terjadi di jaman itu. Generasi keluarga Potitius dan Pinarius pun sempat terlibat dalam aksi saling menjatuhkan, walau secara tidak disadari anak cucu mereka nanti akan terlibat dalam jalinan cinta kasih. Keluarga inilah yang kemudian melahirkan Julius Caesar, yang menjadi salah satu tonggak penting dalam menegakan kejayaan Kekaisaran Roma.

Membaca buku yang merupakan kisah epik historis ini, membuatku seolah membaca novel politik juga. Banyak hal yang bisa direfleksikan dan mirip kondisi Indonesia saat ini seperti kekacauan politik akibat kurangnya jiwa kepemimpinan, egoisme, otoritarianisme, konspirasi atau persekongkolan, saling sikut, wakil rakyat yang tidak amanah, penggunaan justifikasi dari agama dan lain-lain. Pertanyaannya adalah, kalau kekaisaran Romawi kemudian bisa berdiri tegak dan berjaya, mampukah kita juga melakukan hal yang sama untuk Indonesia?

No comments: