Tuesday, December 31, 2013

BERJUANG DAN DIBUANG

Buku 2 dari trilogy Untuk Negeriku (sebuah Otobiografi)
Oleh Mohammad Hatta
Penerbit Buku Kompas,
Jakarta 2011
ISBN 978-979-709-540-6
192 halaman

Buku ini merupakan buku ke-2 dari trilogy “Untuk Negeriku” yang merupakan otobiografi salah seorang tokoh proklamator kita yakni Bung Hatta.
Dalam buku ini diceritakan Bung Hatta berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana ekonomi pada tahun 1932. Aktivitas organisasi dan politiknya membuat proses studynya memakan waktu selama 11 tahun. Namun karena aktivitas politiknya yang luas dan kerajinan membaca buku, membuat proses ujiannya terasa mudah karena para professor pengujinya meyakini kemampuan Bung Hatta dalam penguasaan teori dan analisa.

Sekembalinya ke tanah air, Hatta dihadapkan pada kondisi bubarnya Partai Nasional Indonesia dan ditangkapnya Soekarno oleh Belanda. Bung Hatta kemudian mulai aktif dalam Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Baru) yang dia rintis bersama Sjahrir. PNI Baru ini merupakan partai yang bersikap non cooperative terhadap Belanda, dan menekankan pada pendidikan para kader (partai kader). PNI Baru ini relative selektif memilih anggota kader dan berusaha mendidik anggotanya dengan wawasan kebangsaan maupun pendidikan politik. Selain melalui kursus-kursus pendidikan politik, PNI Baru juga menerbitkan majalah Daulat Rakyat yang menjadi media pendidikan bagi anggotanya. Melalui majalah ini Bung Hatta, Sjahrir dan anggota lainnya membuat tulisan dan berusaha menyebarluaskan gagasan kebangsaan bagi anggotanya.

Aktivitas Bung Hatta di PNI Baru ini membuat Bung Hatta kenal dengan Soekarno dan sempat terlibat polemic dengannya soal pendekatan non cooperative.  Soekarno menuduh Hatta tidak konsisten dengan pendekatan non cooperative, namun Hatta mampu membantah secara elegan. Bagi saya perdebatan tersebut, cukup menarik karena mereka bisa saling menguji konsep/teori, dan perdebatan yang dimuat di media tersebut menjadi pendidikan politik bagi public.

Selama aktif di PNI Baru, Bung Hatta semakin berkilau. Saat melakukan kunjungan dagang bersama pamannya ke Jepang, Bung Hatta sering disebut pihak Jepang sebagai Gandhi from Java, karena pendekatan non cooperative dan anti kekerasan. Jepang yang sudah mengincar Asia, sebenarnya mulai melakukan pendekatan ke Bung Hatta. Namun  Bung Hatta   bersikap menghindar karena beliau konsisten untuk memerdekakan Indonesia, terlepas dari penjajahan siapapun.

Tulisan Bung Hatta yang tajam di majalah Daulat Rakyat membuat Belanda was-was. Muncul berbagai upaya untuk menghambat aktivitas Bung Hatta, dan pada puncaknya tahun 1934 Bung Hatta, Sjahrir dan beberapa aktivis PNI Baru ditangkap untuk kemudian dibuang ke Boven Digul –Papua (tahun 1935), kemudian dipindahkan ke Bandaneira.

Suatu hal yang membuat saya takjub adalah spirit intelektualitas Bung Hatta yang luar biasa. Beliau rajin membaca buku, rajin menulis artikel untuk mengkomunikasikan pemikiran-pemikiran beliau dan beliau rajin melakukan aktivitas mendidik/mengajari orang. Beliau melakukan hal itu tatkala aktif di organisasi maupun ketika berada di tempat pembuangan yang terpencil…. Nampaknya tidak ada sesuatu yang bisa menghentikan semangat Bung Hatta untuk belajar dan menulis. Spirit untuk menerangi kegelapan nampaknya sudah mendarah daging dalam setiap denyut dan tarikan nafas beliau……


No comments: