Saturday, June 25, 2016

SAIJAH DAN ADINDA (Kisah kasih tak sampai ala Sunda)

Oleh Multatuli

Crita ini meruakan bagian dari novel Max Havelaar yang ditulis Multatuli 1859.

Saijah merupakan seorang anak laki-laki yang berasal dari keluarga petani sederhana di wilayah Lebak. Suatu ketika kerbau milik ayah Saijah, dirampas oleh Kepala Distrik Parangkujang. Sebagai orang desa, ayah saijah tidak kuasa dan tidak berani melawan kehendak pemimpinnya.
Hilangnya kerbau, membuat ayah saijah kuatir dia tidak bisa menggarap sawahnya dan tidak bisa mencukupi kebutuhan pangan keluarganya. Dia kemudian menjual keris harta pusakanya untuk kemudian dibelikan kerbau. Kerbau baru dirawat penuh kasih oleh Saijah, dan kerbau itu menjadi penurut ditangan Saijah dan sangat giat bekerja.

Tak berapa lama, saat usia Saijah sembilan tahun, kerbau tersebut dirampas lagi oleh kepala Distrik Parangkujang. Ayah saijah tak kuasa melawan, dan hanya bisa merelakan kerbaunya berpindahtangan. Ayah saijah kemudian menjual harta pusaka laiinya untuk membeli kerbau lagi. Walau kerbau barunya lebih kecl, saijah berusaha merawatnya sebaik mungkin. Kerbau tersebut juga tahu diri dengan majikannya dan membantu menyelamatkan Saijah ketika Saijah akan diterkam harimau.

Namun kerbau inipun dirampas kembali oleh Kepala Distrik Parang Kujang. Ibu Saijah kemudian sakit-sakitan karena hartanya selalu dirampas pemimpin daerahnya. Ayah Saijah pun ikut frustasi dan lari ke daerah lain di Bogor. Namun nasib malang menimpanya karena dia tertangkap kembali dan dihukum cambuk karena meninggalkan kampong halamannya tanpa ijin. Ayah Saijah kemudian dijebloskan ke penjara dan meninggal disana.

Saijah yang yatim piatu, kemudian bertekad merantau ke Batavia untuk mengumpulkan modal guna membeli kerbau. Sebelum berangkat merantau, Saijah berpamitan kepada Adinda. Adinda merupakan seorang gadis tetangganya dan sudah dijodohkan dengan Saijah oleh orangtuanya. Adindapun ternyata juga menaruh hati kepada Saijah.Mereka saling berjanji setia untuk bertemu di bawah pohon ketapang di pinggir desa setelah 3 tahun ke depan.

Saijah yang anak kampong terheran-heran melihat majunya kota Pandeglang, Serang, Tangerang dan Batavia. Keluguan dan tekadnya untuk bekerja keras telah mengantarnya untuk bekerja pada sebuah keluarga. Sikapnya yang rajin membuat saijah disukai oleh keluarga itu dan mendapatkan gaji yang memadai. Sampai tahun ke tiga, Saijah merasa tabungannya sudah cukup untuk membeli kerbau untuk modal berumahtangga dengan Adinda. Saijah kemudian mengundurkan diri untuk pulang ke kampong halamannya dan bertemu Adinda kekasih hatinya.

Rasa rindunya kepada Adinda, membuat Saijah tak sabar ingin segera sampai di kampungnya. Ditunggunya Adinda di bawah pohon ketapang di batas desa. Namun dari fajar hingga mentari tenggelam, Adindanya tidak menampakkan batang hidungnya.  Saijah memasuki kampungnya dan dia terkejut rumahnya dan rumah Adinda-nya telah musnah dan hanya tonggak-tonggak yang tersisa. Dari penuturan tetangga, diketahui ayah Adinda melarikan diri beserta anak-anaknya setelah kerbaunya dirampas kepala Distrik Parangkujang 2 tahun setelah kepergian Saijah untuk merantau. Ditengarai, ayah Adinda kabur dengan perahu ke wilayah Lampung.

Demi cintanya, Saijah kemudian memburu ke Lampung. Di sana dia mendapatkan ayah dan adik-adik Adinda sudah menjadi jazad di bawah tikaman bayonet tentara Belanda. Dia juga mendapati jenazah Adinda yang tanpa busana dan telah dianiaya dengan penuh kebiadaban. Saijah menjadi beringas dan menuntut balas. Dibunuhnya tentara Belanda dan dia sendiripun akhirnya tewas dalam upaya menuntut balas nyawa kekasihnya......



No comments: