Tuesday, June 21, 2016

TUKANG BATU YANG TIDAK PERNAH PUAS

Ada seorang pemahat batu yang rajin namun berupah kecil. Dia tidak puas dengan  upahnya, sehingga dia berteriak: “oh seandainya aku kaya, aku bisa istirahat di atas bale-bale dengan kelambu sutera”. Teriakannya terdengar oleh malaikat yang turun dari langit, dan dikabulkannya.
Ketika dia beristirahat di atas bale-bale , lewatlah seorang raja yang mengendarai kereta kencana dipayungi payung emas. Pemahat batu berkeluh kesah: “alangkah enaknya bila aku jadi raja kemana-mana bisa berkereta dan diiring pasukan.”. Malaikat di langit mendengarkan keluhnya dan mengabulkannya menjadi raja.
Suatu ketika musim kemarau yang terik melanda kerajaannya. Sinar mentari membuat tanaman di kerajaannya menjadi layu dan gersang. Sang raja berkeluh kesah; “ seandainya aku jadi matahari, aku akan menjadi terkuat di dunia.” Malaikatpun berbaik hati mengabulkan permintaannya menjadi matahari.
Matahari berlaku seenaknya dan membakar bumi. Suatu ketika awan datang dan menghalangi sinar teriknya. Mataharipun kecewa karena ada  lawan yang lebih kuat darinya. Mataharipun berkata; “aku ingin jadi awan yang sangat kuat”. Malaikatpun mengujinya dengan menjadikannya sebagai awan.
Awan kemudian memamerkan kekuatannya. Dihimpunnya uap air dan diturunkan menjadi hujan deras yang menyebabkan banjir bandang. Bangunan, pohon, jembatan dan semua diterjang. Namun awan terkesima ketika melihat sebuah batu yang tegak kokoh berdiri tak bergeming dari banjir. Awan berpikir, batu lebih kuat darinya. “jadikanlah aku menjadi batu” teriaknya.  Malaikatpun menuruti kehendaknya menjadi batu.
Batu menikmati keberadaannya yang kokoh, tapi suatu ketika dia merasa kesakitan ketika ada seorang pemahat datang dan membelahnya. Batu tersadar bahwa ada pihak lain yang lebih kuat darinya. “Jadikanlah aku seorang pemahat”, jeritnya. Malaikatpun kembali menyetujui pintanya menjadi pemahat batu.
Sejak saat itu si pemahat batu tersadar bahwa keinginan manusia tidak akan pernah ada putusnya. Kebahagiaan hanya akan bisa dicapainya bila dia bisa mengelola rasa cukup dan syukurnya.  Sejak sata itu di menjadi pemahat yang rajn bekerja, tapi dia merasa puas dengan hasil kerjanya walau upahnya tetap kecil dan tiada jauh berbeda dengan awalnya.  (Dikutip dari buku Max Havelaar karya Multatuli , 1859 yang edisi bahasa Indonesia terbit tahun 2014)

Sudahkah puasa Ramadhan kali ini membuat kita menjadi seorang pemahat batu yang sudah mengalami pencerahan  sehingga bisa lebih bersyukur dan merasa cukup atas rejeki yang kita peroleh?

No comments: