Thursday, April 13, 2023

Negeri Tapal Batas: sebuah catatan pengabdian di batas negeri

 


Negeri Tapal Batas: sebuah catatan pengabdian di batas negeri

Penulis: Tim KKN-PPM UGM KTU-02

Sebatik Indonesia, 2016

314 halaman

 

Buku ini berkisah tentang perjalanan dan pengabdian Tim Kuliah Kerja Nyata – Universitas Gadjah Mada (KKN UGM) di Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara pada tahun 2016.

Pulau Sebatik merupakan pulau kecil yang merupakan perbatasan Indonesia-Malaysia. Bahkan pulau ini terbagi dua menjadi Sebatik Indonesia dan Sebatik Malaysia. Pulau ini dihuni oleh masyarakat yang mayoritas berasal dari suku Bugis (Sulawesi Selatan). Konon migrasi masyarakat Bugis ke pulau ini dimulai sekitar 1970-an. Dominasi oleh masyarakat Bugis di Sebatik ini tidaklah terlalu mengherankan karena suku Bugis dikenal sebagai suku penjelajah lautan dan wilayah Sulawesi Selatan relative berdekatan dengan Kalimantan Timur dan Utara. Dominasi pendatang suku Bugis dan masyarakat Sulawesi Selatan juga terdapat di banyak daerah pesisir lain di Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur. Mata pencaharian masyarakat di pulau Sebatik ini sebagian besar nelayan dan petani kebun, dimana secara umu kesejahteraan masyarakat petani relative lebih baik dari masyarakat nelayan.

Beberapa isu yang ditemukan oleh Tim KKN dalam observasi lapangan adalah:

·         Polusi sampah di pantai dan di permukiman penduduk karena minimnya pengelolaan sampah.

·         Keterbatasan air bersih yang disebabkan oleh areal pembukaan perkebunan sawit dan intrusi air laut (yang dipengaruhi oleh abrasi pantai).

·         Pemasaran produk perikanan dan pertanian secara mentah ke Malaysia sehingga minim added value bagi masyarakat local.

·         Ketergantungan terhadap produk asing seperti snack dan minuman kaleng Malaysia karena biaya transportasi yang lebih murah dibanding mendatangkan produk asli Indonesia.

·         Kelompok nelayan sudah dibentuk namun belum solid dan keswadayaan kelompok nelayan masih rendah (selalu mengharap bantuan pemerintah).

·         Sudah muncul inisiatif-inisiatif local untuk memajukan pendidikan di Sebatik. Meski demikian upaya peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah di sana masih perlu dilakukan.

·         Sanitasi lingkungan dan perbaikan gizi keluarga (khususnya nelayan) masih perlu dilakukan.

 Dengan mendasarkan temuan tersebut Tim KKN UGM yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu, mencoba mengembangkan berbagai program seperti introduksi dan kampanye pengelolaan sampah, pengenalan teknologi GPS untuk membantu nelayan menemukan daerah yang sedang banyak ikan, pelatihan untuk guru,  pengolahan berbagai produk berbahan dasar ikan dan lain-lain. Buku ini ditulis tahun 2016, semoga saat ini kondisi Sebatik sudah semakin membaik dan masyarakat semakin sejahtera.

Buku ini ditulis dengan gaya bercerita (story telling) sehingga mudah dicerna dan alurnya mengalir. Walaupun ada beberapa pengulangan, namun tidak terlalu mengganggu. Buku ini bagus dibaca untuk public termasuk untuk anak-anak usia pendidikan dasar dan menengah (SMP ke atas). Membaca buku ini membuat saya jadi terkenang KKN yang pernah saya ikuti sekitar tahun 1988 di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

KKN sebagai wujud dari Tri Darma Perguruan Tinggi khususnya Dharma “Pengabdian Masyarakat”, secara konseptual sebenarnya sangat baik untuk melatih mahasiswa agar bisa mengaplikasikan ilmu yang dimilikinya untuk masyarakat. Di sisi lain mashasiswa juga memperoleh manfaat karena mahasiswa diajari untuk peka, bisa mendengar, bisa mengamati dan bisa memfasilitasi persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat.  Hanya saja waktu KKN yang terbatas yakni hanya sekitar 2 bulan, membuat inisiatif-inisiatif yang didorong melalui program KKN ini seringkali tidak bisa berkelanjutan. Hal ini yang nampaknya perlu diperbaiki oleh lembaga penyelenggaran KKN dan juga Pemerintah Daerah yang jadi lokasi KKN, supaya program KKN bisa berkesinambungan. Mungkin Dokumen-dokumen perencanaan desa/daerah yang sudah discreening secara matang, bisa dijadikan sebagai masterplan perencanaan KKN di sebuah daerah tertentu. Sehingga kegiatan-kegiatan yang diinisiasi oleh suatu Tim KKN , nanti bisa ditindaklanjuti oleh Tim KKN periode berikutnya beserta dengan pemangku kepentingan lain. Sehingga tim KKN periode berikutnya tidak harus memulai dari nol.

Menurut saya,  KKN ini sebenarnya juga agak mirip dengan konsep Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang banyak didengungkan oleh Kementerian Pendidikan. Bahkan KKN ini bisa disebut merupakan salah satu bagian dari MBKM, karena dalam KKN ini mahasiswa sebenarnya  sedang magang untuk menerapkan dan mengembangkan ilmunya di masyarakat.

Saya merasa KKN ini bisa menjadi skema potensial untuk membantu pengembangan masyarakat di berbagai daerah pedesaan atau komunitas yang selama ini kurang terjangkau oleh agen-agen perubahan atau pelayan publik. Meski demikian perbaikan-perbaikan mekanisme perlu dilakukan agar KKN ini bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat target group dan juga bagi mahasiswa itu sendiri.

 

 

 

 

 

No comments: