Saturday, January 13, 2024

HOS. TJOKROAMINOTO

 


HOS. TJOKROAMINOTO

Penulis: Drs. Anhar Gonggong

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Jakarta 1985

114 halaman

 

Buku ini ditulis oleh sejarawan Anhar Gonggong tahun 1985. HOS. Tjokroaminoto (1882-1934) merupakan salah satu tokoh pergerakan nasional yang legendaris dan disegani oleh kawan maupun lawan politiknya.

 

Latar belakang keluarga

Kakek buyut Tjokroaminoto adalah ulama Kiai Bagus Kasan Basari  yang menyunting seorang putri Raja Surakarta. Kakeknya adalah seorang Bupati Ponorogo dan ayahnya merupakan seorang Wedana (Asisten Bupati). Salah satu hal yang menarik adalah Tjokroaminoto yang telah menempuh pendidikan pamongpraja di OSVIA Magelang, berdarah bangsawan, mempunyai kakek seorang Bupati Ponorogo, ayah wedana dan punya mertua seorang Wakil Bupati  Ponorogo, tidak mau memanfaatkan kebangsawanan keluarga dan kekuasaan mertuanya untuk membangun karir pribadi. Tjokroaminoto tidak tertarik jadi pamong praja. Beliau malah suka kerja di swasta seperti di sebuah perusahaan dagang swasta, pindah jadi calon masinis, pindah jadi tenaga kimia di pabrik gula bahkan jadi kuli pelabuhan. Pengalaman menjadi kuli pelabuhan ini menjadi bekal yang berharga ketika beliau di kemudian hari mendirikan organisasi serikat pekerja. Untuk menopang penghasilan yang pas-pasan, di Surabaya Tjokroaminoto menyewakan sebagian rumahnya untuk kos-kosan sederhana bagi para pelajar termasuk Soekarno.

 

Karir politik

Karir politik Tjokroaminoto dalam pergerakan nasional dimulai dalam usia muda. Beliau mula-mula masuk Budi Utomo dan menjadi Ketua Budi Utomo Surabaya. Ketertarikan pada perkembangan dunia Islam yang  sedang melemah, membuat beliau kemudian bergabung dengan Sarekat Dagang Islam/Sarekat Islam atau SI  pada tahun 1912. SI sejak awal sudah melihat perlunya negara Indonesia yang merdeka. Mereka memperjuangkan gagasan tersebut dengan cara yang kooperatif. Selain mendoronmg kemerdekaan bangsa, salah satu garis politik yang diapilih oleh SI adalah anti kapitalisme asing dan memilih jadi pelindung wong cilik.

Pada tahun 1918, Dewan Rakyat (Volksraad) dibentuk untuk menampung dan menyuarakan kehendak rakyat. Tjokroaminoto dan Abdul Muis mewakili SI duduk dalam Volksraad tersebut. Namun Volksraad ini tidak mampu mewadahi cita-cita kemerdekaan yang diharapkan oleh SI, sehingga Tjokroaminoto dan Abdul Muis lebih banyak mengambil peran sebagai oposisi. SI sesuai prinsipnya yang anti kapitaslis asing kemudian banhyak bergerak mendirikan sarekat tani dan sarekat buruh. Bahkan beberapa tokoh SI sendiri (termasuk Tjokroaminoto) sempat dikjebloskan ke penjara karena dituduh menghasut rakayt dan menimbulkan huru-hara.

Pada tahun 1921, Sarekat Islam Merah yang dikomandani Semaun dan berafiliasi komunis memisahkan diri dari Sarekat Islam. Pemisahan ini didasari perbedaan ideologis karena SI berideologi Islam dan SI Merah berideologi komunis. Pada tahun 1923 SI berubah menjadi Partai Sarekat Islam dan mengambil kebijakan non kooperatif dengan pemerintah. Di bidang sosio ekonomi, Partai SI berhubungan erat dengan Muhammadiyah yang mempunyai program amal usaha untuk Kesejahteraan umat. Partai SI ini di tahun 1928  juga menginisiasi pembentukan “Majelis Ulama” untuk menjadi wadah diskusi menyelesaikan perbedaan khilafiyah dalam berbagai aliran Islam.

Pada tahun 1929 Partai Serikat Islam berubah nama menjadi Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) yang mempunyai cabang di banyak daerah. Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, Suryopranoto, dr. Sukiman, AM Sangaji dll merupakan tokoh-tokoh PSII. Dalam perkembangannya, selain dengan kaum komunis, PSII juga mempunya perbedaan pandangan yang serius dengan golongan nasionalis (Dr. Sutomo cs). Di Tingkat internal PSII juga mengalami perpecahan antara Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim yang berorientasi Islam dengan dr Sukiman dan Suryopranoto yang cenderung nasionalis.

Di bulan Ramadhan tepatnya 17 Desember 1934, Tjokroaminoto meninggal dunia karena sakit.

 

Butir-butir pemikiran Tjokroaminoto

Tjokroaminoto bersama Haji Agus Salim sering disebut sebagai dwitunggal  Partai Sarekat Islam Indonesia karena kecendekiawanan, integritas, dan kepemimpinannya. Beliau sering disebut menjadi guru bagi Soekarno yang nasionalis, Kartosoewirjo yang Islamis dan Semaun yang komunis. Sebuah sumber juga menyebutkan bahwa Sarekat Islam yang dipimpin Tjokroaminoto mempunyai pengaruh kuat bagi dinamika politik di kemudian hari. Sarekai Islam telah melahirkan Sarekat Islam Putih yang kemudian berkembang menjadi Masjumi, Sarekat Islam Hijau yang berkembang menjadi Darul Islam – Kartosoewirjo dan Sarekah Islam Merah yang berkembang jadi partai Komunis Indonesia-Semaun.

Tjokroaminoto merupakan seorang orator ulung dan menjadi tokoh pergerakan nasional dalam usia yang muda. Seorang Buya HAMKA  (yang saat itu masih muda) sangat mengagumi pemikiran dan kemampuan orasi HOS Tjokroaminoto.

Beberapa pokok pemikiran beliau antara lain:

1.     Anti kapitalisme asing.

Sejak tahun 1928, HOS Tjokroaminoto sudah melakukan penentangan terhadap sewa tanah (erfpacht) oleh orang asing yang durasinya 75 tahun dan bisa diperpanjang. Beliau menolak sewa seperti itu karena masyarakat kita yang agraris (saat itu jumlah petani sekitar 80-90% dari jumlah penduduk) sangat membutuhkan lahan. Kontrak yang panjang oleh orang asing, pasti akan mengurangi jatah lahan yang bisa digarap petani. Beliau Bersama PSII juga mendorong adanya keringanan pajak bagi rakyat pribumi serta penghapusan kerja paksa.

2.     Sosialisme Islam

Beliau mendorong Sosialisme Islam sebagai dasar negara. Sosialisme di sini diartikan sebagai sebuah bentuk paham yang mengutamakan persahabatan dan persaudaraan sebagai pengikat kehidupan bermasyarakat, dan bukan individualisme. Keperluan Masyarakat, hak-hak Masyarakat dan kewajiban Masyarakat harus diletakkan di atas kepentingan sendiri dengan berpegang pada aturan-aturan Islam. Dalam sosialisme islam ini secara implisit juga terkandung prinsip kemerdekaan (liberty), persamaan (egality) dan persaudaraan (fraternity).

Ideologi sosialisme Islam ini menimbulkan perpecahan dengan SI Merah yang berafiliasi komunis karena SI mendasarkan pada pengakuan terhadap aspek reliji sedang komunisme  berbasis pendekatan materialisme. Dalam Sosialisme Islam dimungkinkan adanya orang kaya sepanjang kekayaan dikumpulkan dengan cara yang sesuai ajaran agama, sedang komunisme mendorong adanya perjuangan kelas yang melawan  semua “orang kaya” tidak peduli apakah orang kaya asing ataukah pribumi.

Untuk mendukung sosialisme ini, Tjokroaminoto bersama PSII mendorong tumbuh kembangnya sarekat tani, dan sarekat buruh. Beliau juga mendorong tumbuhnya koperasi sebagai salah satu lembaga perekonomian masyarakat.

3.     Pan Islamisme

Gerakan Pan Islamisme ingin mengembalikan umat Islam untuk bersatu sebagaimana yang pernah terjadi di zaman Nabi Muhammad dan sepeninggalnya. Gerakan ini memiliki gagasan menyatukan umat Islam di seluruh dunia dengan menanggalkan warna kulit, etnis, bangsa, dan budaya. Beberapa tokoh Pan Islamisme adalah Al Tahtawi (1801-1873), Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897), dan Muhammad Abduh (1849-1905). Dalam pandangan Jamaluddin Al Afgani, Islam mengalami kemunduran akibat berbagai faktor. Misalnya umat yang meninggalkan ajaran Islam, bersikap taklid, bersikap fatalis, menjauhi akhlak mulia, lemah dalam persaudaraan Islam, menyerahkan urusan bukan pada ahlinya, dan melalaikan ilmu pengetahuan.

Tjokroaminoto bersama SI berusaha menggalang jejaring kerjasama  yang kokoh dengan organisasi Islam lain (termasuk organisasi Islam Internasional) atas dasar kesamaan ideologi. Untuk membangkitkan kembali kejayaan Islam, upaya pembangunan karakter dan budaya umat Islam sesuai dengan ajaran Islam menjadi sangat penting.

Pandangan Pan Islamisme ini banyak dikritik oleh golongan nasionalis seperti dr Sutomo yang menganggap bahwa cita-cita Pan Islamisme sulit terwujud. PSII juga dikritik karena lebih mengutamakan Islam daripada nasionalisme.

4.     Tafsir Al Quran

Di bidang agama, pada tahun 1928 Tjokroaminoto juga menulis tafsir Al Quran. Penulisan Tafsir ini kemudian diawasi oleh Majelis Ulama Indonesia karena ada kecenderungan banyak menggunakan referensi dari para pemikir India, dan diduga banyak berafiliasi ke aliran Ahmadiyah Lahore.

 

Penutup

Menjadi salah satu tokoh pergerakan, merupakan sebuah pilihan yang penuh perjuangan karena terkadang harus mengorbankan waktu, tenaga dan harta untuk kepentingan bangsa dan mengenyampingkan  kepentingan keluarga. Semoga semangat pengorbanan HOS Tjokroaminoto bisa menular dan diteladani oleh kita semua. Semoga perjuangan HOS Tjokroaminoto bernilai ibadah dan pahala senantiasa mengalir untuk beliau.


 

 Komentar:

  • Saya mendapatkan buku ini dari toko buku loak dan ada stempelnya sebuah SD di Kabupaten Tuban.Kalau buku ini menjadi koleksi perpustakaan sebuah SD, saya melihat isinya hanya relevan untuk guru. Tapi untuk murid SD, buku ini terlalu berat dari sisi isi dan Bahasa. Bahkan saya berpendapat buku ini mungkin cocoknya untuk anak kuliah (atau setidaknya siswa SMA).
  • Buku ini menggunakan beberapa kutipan dengan gaya bahasa lama (bukan  ejaannya tapi gaya Bahasanya yang lama). Bagi para pembaca milenial mungkin perlu mengunyah agak lama agar bisa memahami makna tulisan yang sebenarnya.
  • Terdapat beberapa kesalahan lay out sehingga terkesan ada kalimat-kalimat atau kutipan yang terpenggal.

 

 

 

 

 

No comments: