Sunday, January 21, 2024

JANG OETAMA; Jejak dan Perjuangan HOS. Tjokroaminoto

 


JANG OETAMA; Jejak dan Perjuangan HOS. Tjokroaminoto

Penulis: Aji Dedi Mulawarman

Penerbit Galang Pustaka,

Yogyakarta 2015

ISBN 978-602-9431-92-6

256 halaman

 

Buku ini berisi tentang perjalanan hidup salah satu tokoh pergerakan nasional HOS Tjokroaminoto (1882-1934). Secara umum buku ini isinya mirip dengan buku HOS Tjokroaminoto yang ditulis oleh sejarawan Drs. Anhar  Gonggong pada tahun 1985. Kelebihan buku ini adalah bahasa yang lebih popular sehingga mudah dicerna dan referensi pendukung yang lebih kaya.

Jang Oetama (Yang Utama) merupakan gelar yang disematkan oleh Kongres Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) tahun 1935 untuk menghormati kepeloporan dan kepahlawanan HOS Tjokroaminoto.

 

Latar belakang keluarga

Raden Mas Oemar Said Tjokroaminoto lahir tanggal 16 Agustus 1882 di Bakur-Sawahan, Madiun, Jawa Timur. Kakek buyut Tjokroaminoto adalah ulama Kiai Bagus Kasan Basari  yang menyunting seorang putri Raja Surakarta. Kakeknya adalah seorang Bupati Ponorogo dan ayahnya merupakan seorang Wedana (Asisten Bupati). Karena berasal dari Keluarga bangsawan maka beliau berhak menyandang gelar “Raden Mas”. Setelah aktif dalam pergerakan politik yang berafiliasi Sosialisme Islam yang menghormati kesetaraan, beliau meninggalkan gelar Raden Mas. Beliau lebih suka menggunakan istilah Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau HOS Tjokroaminoto untuk menonjolkan identitias Islam pribumi.  

Hari kelahiran Tjokroaminoto bersamaan dengan letusan gunung berapi Gunung Krakatau. Hal ini oleh sebagian orang dihubungkan dengan keyakinan bahwa beliau akan memberikan “prestasi” yang dahsyat seperti ledakan gunung tersebut.

Meskipun Tjokroaminoto memperoleh pendidikan pamongpraja di OSVIA Magelang,  mempunyai kakek seorang Bupati Ponorogo, ayah wedana dan punya mertua seorang Wakil Bupati  Ponorogo, namun Tjokroaminoto tidak tertarik jadi pamong praja. Beliau malah suka kerja di swasta seperti di sebuah perusahaan dagang swasta, pindah jadi calon masinis, pindah jadi tenaga kimia di pabrik gula bahkan jadi kuli pelabuhan. Beliau lama kelamaan malah tertarik dengan fenomena banyaknya kemiskinan yang terjadi di lingkungan masyarakatnya.

 

Karir politik

Tjokroaminoto merupakan orang yang cerdas dan suka berorganisasi. Beliau sempat menjadi ketua perkumpulan Panti Harsoyo Surabaya. Karir politik Tjokroaminoto dalam pergerakan nasional dimulai dalam usia muda. Beliau mula-mula masuk Budi Utomo dan menjadi Ketua Budi Utomo Surabaya. Ketertarikan pada perkembangan dunia Islam yang  sedang melemah, membuat beliau kemudian bergabung dengan Sarekat Dagang Islam yang kemudian berubah nama menjadi Sarekat Islam atau SI  pada tahun 1912. SI sejak awal sudah melihat perlunya negara Indonesia yang merdeka sehingga bisa mengatur bangsa sendiri (zelf bestuur). Mereka memperjuangkan gagasan tersebut dengan cara yang kooperatif. Selain mendorong kemerdekaan bangsa, salah satu garis politik yang dipilih oleh SI adalah anti kapitalisme asing dan memilih jadi pelindung wong cilik.

Pada tahun 1918, Dewan Rakyat (Volksraad) dibentuk untuk menampung dan menyuarakan kehendak rakyat. Tjokroaminoto dan Abdul Muis (sastrawan pengarang novel Salah Asuhan) mewakili SI duduk dalam Volksraad tersebut. Namun Volksraad ini tidak mampu mewadahi cita-cita kemerdekaan yang diharapkan oleh SI, sehingga Tjokroaminoto dan Abdul Muis lebih banyak mengambil peran sebagai oposisi.

Pada tahun 1921, Sarekat Islam Merah yang dikomandani Semaun dan berafiliasi komunis memisahkan diri dari Sarekat Islam. Pemisahan ini didasari perbedaan ideologis karena SI berideologi Islam dan SI Merah berideologi komunis. Pada tahun 1923 SI berubah menjadi Partai Sarekat Islam dan mengambil kebijakan non kooperatif dengan pemerintah.

Pada tahun 1929 Partai Serikat Islam berubah nama menjadi Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) yang mempunyai cabang di banyak daerah. Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, Suryopranoto, dr. Sukiman, AM Sangaji dll merupakan tokoh-tokoh PSII. Dalam perkembangannya, selain dengan kaum komunis, PSII juga mempunya perbedaan pandangan yang serius dengan golongan nasionalis (Dr. Sutomo cs). Di Tingkat internal PSII juga mengalami perpecahan antara Tjokroaminoto dan Haji Agus Salim yang berorientasi Islam dengan dr. Sukiman dan Suryopranoto yang cenderung nasionalis.

Di bulan Ramadhan tepatnya 17 Desember 1934, Tjokroaminoto meninggal dunia karena sakit dan dimakamkan di Yogyakarta. Setelah meninggalnya HOS Tjokroaminoto, PSII mengalami kemunduran yang cukup signifikan.

 

Butir-butir pemikiran Tjokroaminoto

Tjokroaminoto merupakan seorang organisatoris yang hebat. Hal ini  dibuktikan dengan jumlah anggota SI pada awal berdirinya tahun 1912 hanya 2.000 orang, bisa berkembang menjadi 2.500.000 orang pada tahun 1919. Beliau juga bisa mengembangkan SI tidak hanya di Jawa tetapi juga di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi bahkan Ambon. Gagasan pemikiran Tjokroaminoto yang pro rakyat kecil, dipandang merupakan gagasan baru yang membawa harapan untuk orang banyak Apalagi gagasan tersebut disampaikan dengan gaya orasi yang sangat memikat dalam rapat akbar yang dihadiri puluhan ribu orang. Bahkan tidak jarang sebagian masyarakat yang masih tradisional menganggap Tjokroaminoto adalah “Heru Tjokro” atau “Sang Ratu Adil” yang akan membebaskan masyarakat dari penjajahan dan kemiskinan. Masyarakat tersebut rela antri berdesakan untuk bersalaman atau menyentuh baju Tjokroaminoto yang dianggap jelmaan “Ratu Adil”. Melihat fenomena tersebut Haji Agoes Salim dengan bijak mengingatkan Tjokroaminoto agar tidak terjebak dalam kultus individu. Melihat pengaruh Tjokroaminoto yang sangat besar, Belanda menyebutnya “Raja Jawa tanpa Mahkota”. 

Tjokroaminoto bersama Haji Agus Salim dan Abdul Moeis sering disebut sebagai Tiga Serangkai  Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) karena kecendekiawanan, integritas, dan kepemimpinannya. Beliau bertiga menjadi motor penggerak PSI/PSII.

 Beberapa pokok pemikiran beliau antara lain:

1.      Pemerintahan oleh bangsa sendiri (Zelf Bestuur)

   Salah satu pemikiran cemerlang Tjokroaminoto adalah anti kolonialisme dan perlunya pemerintahan pribumi untuk menentukan nasib sendiri (zelf bestuur). Beliau melihat penjajahan menimbukan kemiskinan dan penderitaan sehingga beliau berpendapat penjajahan asing harus diakhiri. Bangsa Indonesia harus diatur oleh pemerintah sendiri dan bukan oleh Belanda atau pemerintah boneka Hindia Belanda.

2.   Anti kapitalisme asing.

     Sejak tahun 1928, HOS Tjokroaminoto sudah melakukan penentangan terhadap sewa tanah (erfpacht) oleh orang asing. Kontrak sewa yang panjang oleh orang asing, pasti akan mengurangi jatah lahan yang bisa digarap petani. Beliau bersama PSII juga mendorong adanya keringanan pajak bagi rakyat pribumi serta penghapusan kerja paksa.

3.   Sosialisme Islam

    Beliau mendorong Sosialisme Islam sebagai dasar negara. Sosialisme di sini diartikan sebagai sebuah bentuk paham yang mengutamakan persahabatan dan persaudaraan sebagai pengikat kehidupan bermasyarakat, dan bukan individualisme. Keperluan Masyarakat, hak-hak Masyarakat dan kewajiban Masyarakat harus diletakkan di atas kepentingan sendiri dengan berpegang pada aturan-aturan Islam. Tujuan akhir Sosialisme Islam ini adalah Kesejahteraan lahir dan batin berdasarkan Islam.  Ideologi sosialisme Islam ini menimbulkan perpecahan dengan SI Merah yang berafiliasi komunis karena SI mendasarkan pada pengakuan terhadap aspek reliji sedang komunisme  berbasis pendekatan kesejahteraan materialisme semata.

4.  Pan Islamisme

      Gerakan Pan Islamisme ingin mengembalikan umat Islam untuk bersatu sebagaimana yang pernah terjadi di zaman Nabi Muhammad dan sepeninggalnya. Gerakan ini memiliki gagasan menyatukan umat Islam di seluruh dunia dengan menanggalkan warna kulit, etnis, bangsa, dan budaya. Tjokroaminoto bersama SI berusaha menggalang jejaring kerjasama  yang kokoh dengan organisasi Islam lain (termasuk organisasi Islam Internasional) atas dasar kesamaan ideologi. Untuk membangkitkan kembali kejayaan Islam, upaya pembangunan karakter dan budaya umat Islam sesuai dengan ajaran Islam menjadi sangat penting. Pandangan Pan Islamisme ini banyak dikritik oleh golongan nasionalis seperti dr Sutomo yang menganggap bahwa cita-cita Pan Islamisme sulit terwujud. PSII juga dikritik karena lebih mengutamakan Islam daripada nasionalisme.

 

Sisi lain HOS Tjokroaminoto

Orator sang ratu adil

Tjokroaminoto merupakan seorang orator ulung dan menjadi tokoh pergerakan nasional dalam usia yang muda. Beliau sangat menguasai materi yang disampaikan dan juga menguasai teknik orasi. Buya HAMKA  yang pernah mengikuti kursus Sarekat islam tahun 1924 sangat mengagumi pemikiran dan kemampuan orasi HOS Tjokroaminoto. Beliau menyampaikan bahwa ketika Tjokroaminoto mengajar, semua peserta penuh antusias mengikuti pelajarannya dengan penuh konsentrasi.

Gaya orasi Tjokroaminoto yang memikat ini, kemungkinan ditiru oleh Soekarno. Ketika Tjokroaminoto berbicara, semua orang diam dan mendengarkan dengan seksama. Hal yang terjadi pula ketika Soekarno sedang pidato, semua orang diam dan ibarat ada jarum jatuh, akan terdengar nyaring bunyinya.

Wartawan yang cerdas

Tjokroaminoto mempunyai kemampuan jurnalisme yang sangat baik. Untuik menyampaikan gagasannya kepada masyarakat luas, selain melalui orasi, Tjokroaminoto menggunakan media massa koran. Beberapa koran tersebut antara lain Oetoesan Hindia, Soeloeh Hoekoem, Fadjar Asia, Al-Islam, Al-Djihad, dan Bendera Islam. Selain itu juga terdapat beberapa penerbitan local yang dikelola oleh rekan-rekan seperjuangan beliau. Pada awal tahun 1900, pengawasan media cetak agak dilonggarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sehingga Tjokroaminoto dan kawan-kawan seperjuangannya agak leluasa menggunakan koran sebagai media perjuangan.

Organisatoris yang hebat

Untuk menjalankan organisasi Sarekat islam (dan kemudian PSI/PSII) termasuk penerbitan koran, Tjokroaminoto berhasil menggalang donasi dari para pengusaha dan pedagang serta anggota partai. Beliau juga bisa mendapatkan dukungan donasi dari pemerintah arab atau organisasi internasional lain.

Beliau menyadari bahwa kaderisasi merupakan kunci untuk mengembangkan dan menjaga kesinambungan organisasi. Oleh karenanya beliau juga menyelenggarakan kursus  bagi kader, yang isinya mencakup cara mengelola organisasi dan pembahasan garis politik partai. Kader yang sudah dilatih kemudian disebarkan ke berbagai cabang SI yang masih lemah organisasinya, untuk membenahi organisasi cabang SI tersebut.

Tjokroaminoto juga berusaha mendorong penerapan idiologi dalam praktek nyata di masyarakat.  Sebagai contohnya, untuk mendukung sosialisme Islam, Tjokroaminoto bersama PSII mendorong tumbuh kembangnya sarekat tani, sarekat buruh, koperasi dan lembaga perbankan syariah. Di dunia Pendidikan yang menjadi salah satu concern beliau, beliau juga mendorong adanya sekolah-sekolah untuk pribumi.

Tjokroaminoto merupakan seorang pemerhati budaya dan mahir untuk memainkan alat music tradisional. Beliau juga menggunakan pendekatan budaya kepada masyarakat seperti yang dilakukan oleh Wali Songo dalam menyebarkan Islam.

Kepala Keluarga yang bijaksana

Tjokroaminoto merupakan kepala eluarga yang mendidik anaknya dengan disiplin dan lekat dengan ajaran Islam. Istri pertamanya (RA Soeharsikin) yang dinikahui sekitar tahun 1902 berasal dari keluarga bangsawan  yang setia mendukung perjuangan Tjokroaminoto. Untuk mendapatkan tambahan penghasilan, beliau menjadikan rumahnya di Surabaya sebagai tempat indekost bagi para pemuda yang akhirnya menjadi tokoh pergerakan nasional.  Rumah di jalan Paneleh Surabaya tersebut akhirnya menjadi tempat berdiskusi bagi para tokoh pergerakan bangsa.

Istri kedua Pak Tjokro (Roestina) yang dinikahi sekitar 1921 (ada kemungkinan setelah istri pertama meninggal), berasal dari kalangan rakyat biasa dan berprofesi sebagai seniman. Beliau memilih Ibu Roestina karena beliau menghormati prinsip kesetaraan, dan ingin menjauhkan diri dari atribut kebangsawanan yang dirasa kurang sesuai dengan sosialisme Islam.  Ibu Roestina ini yang melanjutkan peran Ibu Soeharsikin dalam merawat anak dan mendukung perjuangan HOS Tjokroaminoto hingga akhir hayat.


Penutup

Semoga semangat pengorbanan HOS Tjokroaminoto bisa menular dan diteladani oleh kita semua. Semoga perjuangan HOS Tjokroaminoto bernilai ibadah dan pahala senantiasa mengalir untuk beliau.

No comments: