Sunday, February 04, 2024

SUTAN SJAHRIR; Pedoman Kehidupan Bangsa dan Sosialisme Kerakyatan

 


SUTAN SJAHRIR; Pedoman Kehidupan Bangsa dan Sosialisme Kerakyatan

Kumpulan Pidato dan Naskah Tulisan

Penerbit Java Book, Yogyakarta 2023

418 halaman

Buku ini merupakan kumpulan pemikiran salah satu tokoh pergerakan nasional yang kontroversial yakni Sutan Sjahrir, yang disampaikan melalui ceramah/pidato dalam berbagai pertemuan. Pointers-pointersnya sebagai berikut:


1.     Sosialisme Sekarang[1]

Pada saat 1950an ini kaum sosial democrat Barat telah berhasil membawa perubahan positif bagi bangsanya ketika mereka berkuasa. Namun mereka kekurangan tenaga  dan daya hidup untuk menyebarluaskan aliran politiknya ke pihak yang lebih luas.

Kaum komunis Rusia telah membuat berbagai kemajuan disbanding jaman Tsar. Namun keberhasilan itu ditempuh dengan cara yang dictator dan otoriter yang terkadang mengorbankan hak asasi manusia. Kaum sosialis kerakyatan di Asia, menilai pendekatan pembangunan industrialisasi yang ditempuh kaum komunis dirasa lebih praktis dan lebih kelihatan hasilnya dibanding pendekatan kaum sosialis. Meski demikian kaum sosialis kerakyatan ini tidak menyukai pendekatan kaum komunis yang sering melanggar HAM. Janji-janji kaum komunis bahwa mereka akan memperhatikan HAM ketika negara sudah makmur, nampaknya hanya merupakan impian belaka.

Kaum sosialis kerakyatan di Asia ini kurang menerima pandangan kaum sosialis democrat Barat yang dinilai bertele-tele dan mereka masih dipengaruhi oleh pandangan bahwa negara-negara Barat (termasuk yang sosialis) adalah mantan penjajah (kolonialis) yang harus dijauhi.

Kaum komunis seringkali menggunakan kemiskinan dan kesengsaraan sebagai basis agitasi propaganda mereka khususnya agitasi kepada Masyarakat miskin. Kaum sosialis kerakyatan dituntut untuk mampu mendekati dan menjelaskan kepada masyarakat tentang arah dan cara perjuangan kaum sosialis kerakyatan, yang berbeda dengan cara perjuangan kaum komunis yang penuh agitasi dan kebohongan.

Sosialisme Kerakyatan tidak mungkin berdampingan dengan komunisme karena Sosialisme menjunjung tinggi harkat martabat manusia. Sedangkan komunisme menghalalkan segala cara (termasuk melawan HAM) untuk mewujudkan cita-cita penguasa. Untuk membangun landasan hukum dan pikir otoritarianisme, teori-teori dibuat seperti oleh Lenin, Hitler dan lain-lain.

Diktator otoriter seperti yang dipraktekkan Stalin, mulai ditinggalkan ke arah yang lebih lunak seperti yang diajarkan oleh Lenin (pendekatan partai Tunggal dan bukan dictator tunggal). Hal itu dicontohkan oleh negara Jugoslavia yang memisahkan diri dari kepemimpinan Rusia.

Pada tahun 1955 ini, kerjasama internasional mulai terbuka, tumbuh kesadaran para pihak untuk memajukan masyarakat secara bersama dan kemajuan iptekyang pesat di bidang komunikasi, transportasi dan energi nuklir. Semu aitu merupakan salah satu factor pendukung bagi sosialisme untuk mewujudkan kesejahteraan umat manusia.

 

2.     Sosialisme di Eropa Barat[2]

 Dalam tulisan ini Sutan Sjahrir mengungkapkan perbedaan pendekatan aliran komunisme dengan sosialisme demokrat yang berkembang saat itu (tahun 1950 an).

Aspek

Komunisme

Sosialisme Demokrat

Tujuan

Peningkatan kesejahteraan masyarakat luas

Peningkatan kesejahteraan masyarakat luas

Sistem Pemerintahan

Diktator proletariat

Pemerintahan demokratis oleh mayoritas.

Cara memperoleh kekuasaan pemerintahan

Perjuangan kelas/ pemberontakan/kekerasan

Perjuangan menguasai parlemen dengan memperhatikan harkat kemanusiaan.

Strategi peningkatan kesejahteraan masyarakat

Redistribusi aset seperti land reform.

Menggunakan strategi fiskal seperti pengenaan pajak progresif untuk mendorong pemerataan pendapatan.

 

Dalam tulisannya Sutan Sjahrir juga menyoroti perkembangan sosialisme di beberapa negara Eropa yang ternyata terbukti bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bahkan beberapa negara komunis Eropa yang berafiliasi ke Rusia, juga mencangkokkan pendekatan sosialis didalam sistem pemerintahannya.

 

 3.     Internasionalisme dalam ajaran dan Gerakan Sosialisme [3]

Secara teori, pada awalnya sosialisme merupakan sebuah paham politik yang bersifat lintas negara (internasionalisme). Marx dan Engels mengenalkan slogan yang sangat terkenal yakni “Kaum proletar dari segala bangsa bersatulah”.

Untuk mendukung Gerakan internasionalisme tersebut pada tahun 1848 dibentuk Liga Komunis di Brussel. Namun Liga Komunis ini bubar tahun 1876 karena perbedaan pandangan diantara anggotanya.

Pada tahun 1889, dibentuk Gerakan Internasional Kedua yang berbasis di Paris.  Gerakan ini bubar karena Perang Dunia Pertama dan kaum buruh/proletar terpecah-pecah karena membela negaranya masing-masing.

Tahun 1899 muncul Kaum Revisionis yang diinisiasi oleh Bernstein. Bernstein mengoreksi pendekattan kolot Marx yang menggunakan perjuangan kelas dan pemberontakan/kekerasan untuk merebus kekuasaan dari kaum borjuis. Bernstein menunjukkan bukti bahwa perjuangan melalui mogok kerja dan parlemen lebih efektif dalam mendukung peningkatan Kesejahteraan buruh dari pada pendekatan kolot dari Marx.

 

4.     Perkembangan Sosialisme di negeri kita sejak berdirinya PSI[4]

Ajaran sosialisme mempunyai dua pilar penting yakni (1) menciptakan tatanan kehidupan Masyarakat yang setara dan bebas penindasan  serta (2) mengutamakan peri kemanusiaan.

Di Eropa,  pada tahun 1950 an sosialisme dengan pendekatan yang relative lunak (tidak radikal) berkembang pesat karena  situasi sosial ekonomi yang berubah.  Paham komunisme yang radikal mulai banyak ditinggalkan.

Di Indonesia, Sosialisme masuk sekitar tahun 1900-an saat masih banyak penindasan oleh kolonialis Belanda. Dari sisi partai politik, sosialisme berkembang menjadi Partai Komunis Hindia (yang menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia)  dan ISDP (komunisme yang mengutamakan internasionalisme dan anti nasionalisme).

Sosialisme di Indonesia terwadahi dalam tujuan negara kita yang ingin menciptakan Masyarakat sejahtera, anti penjajahan dan penindasan. Tujuan negara ini menjadi pemersatu berbagai aliran politik di Indonesia.

Paska kemerdekaan, sosialisme di Indonesia kemudian pecah menjadi Partai Komunis Indonesia yang mengutamakan pendekatan perjuangan kelas dan berkiblat ke Moskow (Rusia), dan Partai Sosialis Indonesia yang berorientasi nasionalisme dan berupaya membangun masyarakat Indonesia yang sejahtera, dengan berlandaskan pada kesetaraan, nilai kemanusiaan dan persatuan. Perbedaan pandangan kedua partai politik ini cukup serius, apalagi saat itu juga merebak Perang Dingin antara Blok Barat (yang jadi referensi Partai Sosialis), dengan Blok Timur (yang jadi referensi Partai Komunis Indonesia).

 

5.     Sosialisme Kerakyatan yang kita perjuangkan[5]

Marx dan Engels merupakan pemikir ternama tentang sosialisme. Mereka mendorong adanya pemerintahan oleh rakyat (komune). Meski demikian konsep pemerintahan  oleh rakyat ini merupakan konsep yang masih abstrak sehingga bisa multi tafsir. Perbedaan tafsir oleh para tokoh sosialisme ini kemudian menyebabkan munculnya beberapa varian yakni:

  • Komunisme yang mengutamakan internasionalisme (lintas negara), yang mendorong adanya dictator proletariat melalui kelembagaan partai. Konsep ini antara lain dikembangkan oleh Lenin. Aliran ini mendorong adanya peralihan kekuasaan ke tangan kaum proletar melalui pemberontakan dan kekerasan.
  • Komunisme yang dikendalikan secara sentralistik oleh seorang dictator dari partai komunis. Dalam aliran ini sang dictator menjadi penguasa tunggal. Aliran ini dikembangkan oleh Stalin. Aliran ini juga mendorong adanya peralihan kekuasaan ke tangan kaum proletar melalui pemberontakan dan kekerasan. Aliran ini dalam perkembangannya sering bersikap otoriter dan bahkan melakukan penindasan terhadap warganya sendiri.
  • Sosialisme democrat yang mendorong pemerintah dilakukan secara demokratis melalui pemilihan umum dengan mengedepankan pendidikan dan pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat.

Sosialisme di Indonesia yang dikembangkan oleh Partai Sosialis Indonesia lebih mendorong Upaya peningkatan Kesejahteraan Masyarakat luas melalui cara demokratis dan mengutamakan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

 

6.     Masa depan Sosialisme Kerakyatan[6]

Dalam artikel ini Sjahrir membahas perpecahan antara kaum sosialis kerakyatan dengan kaum komunis. Perpecahan ini antara lain disebabkan oleh Tindakan kaum komunis yang dianggap tidak konsisten melawan penindasan dan penjajahan. Bahkan kaum komunis sendiri melakukan praktek penjajahan dan penindasan terhadap kelompok pro kemerdekaan di Hongaria.

Melihat hal itu orang-orang sosialis yang konsisten dengan slogan pro rakyat, anti pejajahan dan penindasan memisahkan diri membentuk Partai Sosialis Indonesia (PSI). Sjahrir optimis sosialisme kerakyatan dengan pendekatan yang lebih lunak akan bisa diterima oleh rakyat Indonesia. Untuk mendapatkan dukungan Masyarakat, PSI kemudian aktif mengembangkan serikat buruh dan serikat tani. Selain itu mereka aktif mendekati kalangan terdidik untuk mau berjuan bersama meningkatkan kapasitas kaum buruh dan petani.

 

7.     Sosialisme dan Pimpinan[7]

Pada artikel ini,  Sjahrir mengupas perjalanan tata pemerintahan yang dimulai dengan Era Teokratis Dimana ada orang-orang yang yang dianggap sebagai wakil Tuhan di muka bumi. Para pemimpin (atau raja)  tadi memperoleh “kekuatan” karena dianggap mempunyai kemampuan supra natural (kesaktian) yang diperoleh dari Tuhan.

Tahap berikutnya adalah kepemimpinan raja-raja/penguasa  yang feodalis bergeser kepada kepemimpinan yang lebih egaliter dimana orang awam bisa menjadi pemimpin misalnya melalui pemberontakan.  Kepemimpinan dalam situasi yang belum tertata mengakibatkan adanya penindasan yang kuat kepada yang lemah. Hal ini kemudian berkembang menjadi kapitalisme.

Kapitalisme sendiri kemudian memunculkan perlawanan dari kaum sosialis (dan komunis). Kaum komunis seperti di Rusia mendorong terwujudnya Kesejahteraan Masyarakat secara merata melalui “perjuangan kelas” dan dictator proletariat. Diktator proletariat dimaksudkan adanya kepemimpinan kolektif (oleh Partai Komunis)  yang diisi oleh orang-orang yang dianggap cerdas dan mampu mewakili aspirasi kaum proletar dimanapun berada.

Diktator proletariat sendiri memperoleh kritik yang sangat tajam dari kaum sosialis democrat karena   dictator proletariat dalam menjalankan pemerintahannya seringkali melakukan penindasan dan kekerasan terhadap kaum proletary itu sendiri. Mereka menyebarkan mata-mata untuk  memantau kegiatan warganya. Hal ini menimbulkan rasa takut. Mereka secara fisik relative sejahtera, namun tidak secara kejiwaan.  

Untuk Indonesia sendiri, pilihan model tata pemerintahan dan kepemimpinan di Indonesia harus disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang masih “terbelakang” (saat tahun 1950an). Meski demikian pembangunan nasional haruslah mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara jasmani dan rohani. Oleh karenanya Pembangunan harus didasarkan pada penghormatan prinsip kemanusiaan dan kesetaraan.

 

8.     Pedoman Kehidupan Bangsa[8]

Dalam artikel ini Sjahrir menyoroti kehidupan paska kemerdekaan (sekitar tahun 1950an) yang mengalami euphoria setelah berakhirnya penjajahan. Euphoria tersebut ditandai dengan dinamika politik yang tinggi dan para tokoh beserta partai politik saling bersikutan untuk memperoleh kursi kekuasaan. Kesibukan mereka berebut kekuasaan dan jabatan, dibumbui oleh maraknya kasus korupsi di birokrasi dan partai politik.

Kehidupan yang menjadikan politik sebagai panglima, mengakibatkan Pembangunan sosial ekonomi terbaikan. Kemiskinan merajalela, keamanan memburuk dan disintegrasi sosial berkembang. Kondisi menimbulkan frustasi bago Masyarakat banyak karena kemerdekaan tidak membawa mereka ke kehidupan yang lebih baik.

Sjahrir menawarkan gagasan tentang perlunya Pembangunan ekonomi yang terencana yang didukung dengan pendekatan yang ilmiah. Dalam Pembangunan ekonomi ini, peningkatan kesejahteraan masyarakat luas harus menjadi tujuan utama, dengan tetap memperhatikan aspek kemanusiaan dan demokrasi. Sjahrir berpendapat bahwa kita gak perlu sungkan memakai pendekatan “Barat” sepanjang pendekatan tersebut bermanfaat dan cocok untuk mendukung Pembangunan di Indonesia.

 

9.     Peninjauan dan Penilaian Keadaan Dewasa ini di negeri kita[9]

Dalam artikel ini Sjahrir menyoroti kondisi ekonomi yang sangat buruk di Indonesia dan ketimpangan Jawa – Luar Jawa. Kondisi di Jawa yang padat penduduk, mengakibatkan lahan pertanian menjadi sangat terbatas. Sedangkan di Luar Jawa, potensi sumberdaya alam melimpah namun penduduknya tidak merata, teknologi belum maju  dan aksesibilitas  terbatas.  Pemerintah tahun 1950-an yang lebih mengutamakan politik dan pembebasan Irian Jaya tidak cukup memberikan perhatian untuk pembangunan ekonomi. Korupsi merajalela, deficit keuangan negara, inflasi, ketergantungan terhadap impor pangan  dan kaum Ali-baba semakin berkembang.

Dari sisi politik, instabilitas keamanan  mengakibatkan Masyarakat mengungsi dari kampung halamannya. Hal ini sangat ironis karena Ketika penjajahan Belanda dan Jepang mereka tiodak sampai mengungsi, sedangkan di jaman kemerdekaan mereka harus meninggalkan kampung halaman untuk mendapatkan rasa aman. Partai politik dan para pemimpin, lebih banyak memikirkan Nasib kelompoknya dan tidak peduli dengan Masyarakat yang semakin menderita. Kondisi politik yang tidak stabil juga dipengaruhi dengan campur tangan militer dalam pemerintahan dan tidak tegasnya Soekarno terhadap parpol pendukungnya yang korup dan sikapnya yang main mata dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). PKI berusaha menempel pemerintah dan Soekarno agar suatu saat mereka bisa mengambil alih pemerintahan yang ada.

Ketidak stabilan politik ini menimbulkan banyak protes dari pemerintah daerah dan pemimpin politik di daerah. Mereka menuntut adanya desentralisasi pemerintahan yang adil. Tidak adanya solusi yangbisa diterima pemerintah pusat dan pemerrintah daerah kemudian menimbulkan pemberontakan  seperti  PRRI di Sumatera Tengah dan Minahasa. Pemberontakan ini juga menimbulkan sikap sentiment terhadap suku Jawa dan pemerintahan yang berbasis di Jawa. PKI sendiri terus memperkuat basis mereka sambil mengintai kesempatan untuk mengambil alih kekuasaan dengan cara yang licik.

Di bidang militer, pada saat kemerdekaan jumlah tentara sangat banyak karena berasal dari laskar pejuang kemerdekaan. Siapapun bisa menjadi tentara. Setelah kemerdekaan perlu dilakukan rasionalisasi jumlah tentara agar efisien. Seleksi telah dilakukan  dengan memperhatikan kondisi fisik, Pendidikan dan berbagai parameter lainnya. Hal ini menimbulkan perasaan sakit hati bagi mereka yang tidak lolos seleksi. Hal ini diperparah eks tentara Hindia Belanda (KNIL) juga diterima menjadi tentara Republik Indonesia. Sebagian Barisan Sakit Hati ini memberontak atau melakukan aksi tindak gangguan keamanan yang akhirnya membuat pemerintah harus merekrut tentara daslam jumlah banyak untuk menjaga keamanan.

Masalah di bidang militer juga semakin kompleks dengan perpecahan diantara para pimpinan militer. Perpecahan ini sampai pemberontakan di daerah Sumatera dan Sulawesi, dan menjadi halangan besar untuk Pembangunan militer kita. Isu lain adalah ketidakjelasan peran tentara paska kemerdekaan. Apakah militer akan focus fungsi menjaga ketertiban dan keamanan? Ataukah militer akan focus untuk pertahanan negara? Ketidak jelasan peran militer ini akan sangat mempengaruhi arah Pembangunan dunia miter, struktur kemiliteran dan jumlah personal yang dibutuhkan.

Di bidang politik luar negeri, Indonesia memiliki jumlah penduduk, sumberdaya alam dan kondisi geografis yang sangat strategis. Di lingkup Asia Tenggara, meskipun menjalankan politik bebas, Indonesia perlu  mewaspadai acaman komunisme yang semakin berkembang di China dan beberapa negara lain di Asia Tenggara. Karena tidak menutup kemungkinan, komunisme tersebut juga akan melakukan kudeta pemerintahan di Indonesia. Pegalaman di banyak negara, kaum komunis adakah opportunis yang licik, sehingga perlu ekstra hati-hati dalam menghadapinya. Apalagi kesadaran politik Masyarakat kita masih terbatas, tidak memahami kelicikan kaum komunis  dan mudah diiming-imingi dengan propaganda yang utopis.

Di bidang birokrasi, profesionalisme para pemimpinn dan  birokrasi pemerintah terbatas dan tidak mempunyai visi Pembangunan yang jelas. Hal ini diperparah dengan mentalitas yang korup. Pemberontakan di berbagai daerah muncul antara lain disebabkan oleh ketidakpuasan terhadap birokrasi pemerintah pusat yang lemah. Diperlukan pimpinan yang berintegritas, professional, mampu mendidik dan memimpin Masyarakat dalam membangun Indonesia.

 

10.  Keadaan dan Tugas kita[10]

Dalam artikel ini, Sjahrir menyoroti Demokrasi Terpimpin yang dicanangkan Soekarno yang telah menimbulkan inflasi yang cukup hebat. Pengeluaran pmerintah yang besar untuk pembebasan Irian Jaya dan konfrontasi dengan Malaysia serta korupsi, telah membuat peredaran uang sangat tinggi.

Kelesuan ekonomi ini dicoba dijawab dengan membangkitkan nasionalisme melalui proyek mercusuar, penerapan dwifungsi ABRI (khususnya Angkatan Darat), penempatan pejabat ABRI dalam Perusahaan BUMN,  dan lain-lain. Namun Upaya penanaman nasionalisme ini tidak sepenuhnya bisa menjawab persoalan ekonomi yang ada. Bahkan kegelisahan dan frustasi akibat inflasi ini juga menghinggapi kalangan militer.

Di bidang politik, Ketika para Parpol hanya menjadi aksesoris pelengkap, PKI dengan kelihaiannya terus berusaha menempel dan menudukung presiden. Mereka mencoba kompromi dengan situasi yang ada, sambil mengintai kesempatan untuk mengambil alih kekuasaan.

Menghadapi situasi tersebut, Sjahrir melontarkan beberapa gagasan untuk perbaikan yakni: (1) menjaga semangat persatuan dan kesatuan antar partai dan tidak gontok-gontokan sendiri, (2) membangun optimisme Masyarakat melalui pengorganisasian Masyarakat dalam wadah serikat buruh, serikat tani dll, (3) Membangkitkan semangat persatuan bagi pemerintah daerah, (4) mengembangkan pemuda pelopor atau local champion Pembangunan, (5) m,embuat rencana Pembangunan yang matang dan diimplemengtasikan dan dimonitor secara konsisten.

 

11.  Tinjauan Dalam Negeri[11]

Dalam artikel ini Sjahrir mengkritisi Demokrasi terpimpin yang dilakukan oleh Soekarno. Kebijakan merebut Irian Jaya dan konfrontasi Malaysia serta kondisi politik yang tidak stabil telah menyebabkan ekonomi merosot yang ditandai dengan lemahnya produksi, merosotnya perdagangan luar negeri, belanja yang tinggi untuk persenjataan, minimnya pendapatan negara dari pajak serta inflasi yang tinggi. Hal ini kemudian menimbulkan masalah sosial seperti pemberontakan dan kriminalitas yang meningkat dan menurunnya disiplin pegawai pemerintah.

Di bidang politik, partai dikooptasi oleh pemerintah dan posisi militer yang menguat dalam pemerintahan. Posisi militer ini bermanfaat untuk mengimbangi PKI yang  senantiasa mengintai kesempatan untuk menguasai pemerintahan. Oleh karenanya PKi mendorong adanya kebijakan konfrontatif dengan Malaysia karena PKI berharap Upaya tersebut bisa mengganggu konsentrasi militer di pemerintahan. Selain itu PKI berharap kebijakan konfrontasi ini bisa digunakan  untuk mendapatkan senjata untuk barisan taninya (seperti slogan Mao Tse Tung bahwa petani berjuang dengan cangkul di tangan tanan dan bedil di tangan kiri). Dalam perkembangannya, Aidit yang memimpin PKI berusaha menyesuaikan Langkah politiknya sesuai dengan dinamika yang ada di Indonesia dan tidak sepenuhnya mengikuti kebijakan komunis Moskow. Selanjutnya Aidit juga lebih cenderung mengikuti aliran komunisme China yang lebih mengakomodir petani. Dinamika politik Indonesia saat itu agak membingungkan bagi PKI karena Soekarno masih cukup kuat sehingga PKI masih belum nberani mengambil alih kekuasaan.

 

12.  Pembangunan Ekonomi Negara KitaTinjauan Dalam Negeri[12]

Dalam artikel ini, Sjahrir menyoroti Pembangunan ekonomi yang mandeg di awal kemerdekaan. Banyak kekecewaan yang muncul dari masyarakat karena setelah merdeka kondisi masyarakat lebih buruk dibanding jaman penjajahan. Kelaparan merajalela dan pelayanan Kesehatan menurun. Insfrastruktur sepetrti jalan raya banyak yang rusak, produksi pertanian menurun karena minimnya pupuk, industry merosot karena peralatan tidak menunjang, pengangguran merajalela karena minimnya lapangan kerja dan pertambahan populasi yang cukup tinggi.

Beberapa pemikiran Sjahrir untuk mengatasi hal tersebut antara lain” (1) pemupukan modal Pembangunan dari masyarakat dan pemerintah, dan mengurangi ketergantungan terhadap modal asing agar keuntungan bisa dinikmati bangsa sendiri (2) prioritasi impor untuk barang-barang modal kerja yang dibutuhkan untuk mendorong produksi dalam negeri, (3) membangun industry pokok yang selama ini diimpor dari luar untuk menghemat devisa, (4) membangun industry strategis yang dibutuhkan di pasar internasional seperti baja, (5) peningkatan kualitas dan rasionalisasi/ pengurangan pegawai negeri dan tentara untuk menghemat pengeluaran negara, (6) prioritasi pembangunan untuk pemenuhan basic needs di bidang kesehatan dan Pendidikan/human investment, (7) meningkatkan kualitas dan kuantitas Pendidikan untuk menyiapkan SDM yang terampil secara teknis dan juga manajemen, (8) menciptakan lapangan kerja baru untuk mengatasi pengangguran (9) meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi pertanian, (10) Pembangunan infrastruktur untuk menunjang pemasaran produk pertanian, (11) membangun pemerintah dan Masyarakat yang mempunyai budaya hemat, (12) pengembangan insentif untuk investasi bidang produksi strategis yang berkaitan dengan kebutuhan public, (13) pemerintah memfasilitasi hubungan antara pemilik Perusahaan dengan buruh agar tercipta hubungan kerja yang kondusif dan saling menguntungkan.

 

Komentar:

Secara umum buku ini bisa menuntun kita untuk memahami: (1) persamaan dan perbedaan konsep sosialisme democrat dengan komunisme, (2) dinamika politik paska kemerdekaan sampai tahun 1965-an.

Kritik untuk buku ini adalah: (1) Tidak memiliki kata pengantar yang memudahkan pembaca untuk memahami alur buku dari awal. (2) Terdapat artikel-artikel yang kurang lebih isinya sama sehingga terasa seperti pengulangan, (3) Gaya bahasa asli yang dipertahankan di buku ini mungkin seringkali  agak susah dicerna oleh generasi sekarang. 

 

 

 



[1] Ceramah Sutan Sjahrir dalam Kongres Asia II Bombay, 6 November 1956.

[2] Naskah lepas

[3] Naskah lepas

[4] Naskah lepas

[5] Suara Sosialis Agustus 1956

[6] Suara Sosialis Februari 1957

[7] Ceramah pada waktu Dies Natalis Gerakan Sosialis 16 Oktober 1957 di Bandung

[8] Pidato pada waktu Kongres “Majelis Pemuda Kristen Oikumenis” ke IV di Bandung (18 April 1957).

[9] Catatan lepas.

[10] Naskah lepas, ditulis tahun 1963.

[11] Naskah lepas, ditulis tahun 1964.

[12] Naskah lepas,

No comments: